Skip to main content

KALIMAT LOGIS, KALIMAT EFEKTIF, DAN KALIMAT GRAMATIKAL (BAHASA INDONESIA)




BAB I
PENDAHULUAN



1.1  Latar Belakang

Bahasa adalah alat untuk berkomunikasi yang digunakan manusia dengan sesama anggota masyarakat lain pemakai bahasa itu. Bahasa itu berisi pikiran, keinginan, atau perasaan yang ada pada diri si pembicara atau penulis. Bahasa yang digunakan itu hendaklah dapat mendukung maksud secara jelas agar apa yang dipikirkan, diinginkan, atau dirasakan itu dapat diterima oleh pendengar atau pembaca. Kalimat yang dapat mencapai sasarannya secara baik disebut dengan kalimat efektif.
Kalimat efektif adalah kalimat yang dapat mengungkapkan gagasan pemakainya secara tepat dan dapat dipahami oleh pendengar/pembaca secara tepat pula. Kalau gagasan yang disampaikan sudah tepat, pendengar/pembaca dapat memahami pikiran tersebut dengan mudah, jelas, dan lengkap seperti apa yang dimaksud oleh penulis atau pembicaranya. Akan tetapi, kadang-kadang harapan itu tidak tercapai. Misalnya, ada sebagian lawan bicara atau pembaca tidak memahami apa maksud yang diucapkan atau yang dituliskan. Supaya kalimat yang dibuat dapat mengungkapkan gagasan pemakainya secara tepat, unsur kalimat yang digunakan harus lengkap dan eksplisit. Artinya, unsur-unsur kalimat seharusnya ada yang tidak boleh dihilangkan. Sebaliknya, unsur-unsur yang seharusnya tidak ada tidak perlu dimunculkan. Kelengkapan dan keeksplisitan semacam itu dapat diukur berdasarkan keperluan komunikasi dan kesesuaiannya dengan kaidah (Mustakim, 1994:86).
Dalam karangan ilmiah sering kita jumpai kalimat-kalimat yang tidak memenuhi syarat sebagai bahasa ilmiah. Hal ini disebabkan oleh, antara lain, mungkin kalimat-kalimat yang dituliskan kabur, kacau, tidak logis, atau bertele-tele. Dengan adanya kenyataan itu, pembaca sukar mengerti maksud kalimat yang kita sampaikan karena kalimat tersebut tidak efektif. Berdasarkan kenyataan inilah penulis tertarik untuk membahas kalimat efektif dengan segala permasalahannya.

1.2  Rumusan Masalah

1.      Apa yang dimaksud dengan kalimat logis?
2.      Apa yang dimaksud dengan kalimat efektif?
3.      Apa saja unsur-unsur kalimat efetif?
4.      Apa ciri-ciri kalimat efektif?
5.      Apa syarat yang mendasari kalimat efektif?
6.      Bagaimana struktur kalimat efektif?
7.      Apa yang dimaksud dengan kalimat gramatikal?

1.3  Tujuan Penulisan

1.      Agar tidak terjadi kesalahan dalam penggunakan bahasa Indonesia sehingga menjadi  baik dan benar
2.      Mengetahui apa dan bagaimana penggunaan kalimat logis, efektif, dan gramatikal dalam berbahasa
3.      Menjaga kemurnian bahasa Indonesia

1.4 Manfaat Penulisan

1.      Manfaat untuk diri sendiri: agar bisa memahami bagaimana dan apa yang dimaksud dengan kalimat logis, efektif, dan gramatikal.
2.      Manfaat untuk kelompok: agar kita bisa menjaga budaya Bahasa Indonesia yang baik dan mampu menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.






BAB II
PEMBAHASAN



2.1    Kalimat Logis

Kalimat Logis adalah perkataan yang masuk akal. Kalimat artinya perkataan. Logis artinya sesuai dengan logika, benar menurut penalaran, atau masuk akal (KBBI), sedangkan kalimat tidak logis adalah perkataan yang tidak masuk akal, kalimat yang tidak sesuai dengan logika, atau kata-kata yang tidak masuk akal.
Kelogisan ialah bahwa ide kalimat itu dapat diterima oleh akal dan penulisannya sesuai dengan ejaan yang berlaku. Suatu kalimat dikatakan logis apabila informasi dalam kalimat tersebut dapat diterima oleh akal atau nalar. Logis atau tidaknya kalimat dilihat dari segi maknanya, bukan strukturnya. Suatu kalimat dikatakan logis apabila gagasan yang disampaikan masuk akal, hubungan antar gagasan dalam kalimat masuk akal, dan hubungan gagasan pokok serta gagasan penjelas juga masuk akal.

Contoh Kalimat Logis:
1.Saya mengajarkan mata kuliah Jurnalistik di kampus.
2.Kepada Bapak Asep, kami persilakan.
3.Hati-Hati, Sering Terjadi Kecelakaan Lalu-Lintas di Jalan Raya Macet
Contoh Kalimat Tidak Logis:
1.Saya mengajar mata kuliah Jurnalistik di kampus. Tidak logis karena yang diajar mata kuliah, bukan mahasiswa.
2.Waktu dan tempat kami persilakan. Tidak logis karena yang dipersilakan waktu dan tempat, bukan pembicara.
3.Hati-Hati Banyak Kecelakaan. Tidak logis: mana kecelakannya? katanya banyak! Jalannya macet. Lho, emang jalan bisa macet?  Macet = terhenti, tidak lancar. Yang terhenti 'kan kendaraan, bukan jalannya! Yang logis: lalu-lintas macet.
2.2    Kalimat Efektif

1.    Pengertian Kalimat Efektif
Kalimat efektif adalah kalimat yang dapat mengungkapkan gagasan penutur/penulisnya secara tepat sehingga dapat dipahami oleh pendengar/pembaca secara tepat pula. Efektif dalam hal ini adalah ukuran kalimat yang memiliki kemampuan menimbulkan gagasan atau pikiran pada pendengar atau pembaca. Dengan kata lain, kalimat efektif  adalah kalimat yang dapat mewakili pikiran penulis atau pembicara secara tepat sehingga pendengar/pembaca dapat memahami pikiran tersebut dengan mudah, jelas dan lengkap seperti apa yang dimaksud oleh penulis atau pembicaranya.

2.    Unsur-unsur Kalimat Efektif
Unsur kalimat adalah fungsi sintaksis yang dalam buku-buku tata bahasa Indonesia lama lazim disebut jabatan kata dan kini disebut peran kata dalam kalimat, yaitu subjek (S), predikat (P), objek (O), pelengkap (Pel), dan keterangan (Ket). Kalimat bahasa Indonesia baku sekurang-kurangnya terdiri atas dua unsur, yakni subjek dan predikat. Unsur yang lain (objek, pelengkap, dan keterangan) dalam suatu kalimat dapat wajib hadir, tidak wajib hadir, atau wajib tidak hadir.

a.    Subjek (S)
Subjek (S) adalah bagian kalimat menunjukkan pelaku, tokoh, sosok (benda), sesuatu hal, suatu masalah yang menjadi pangkal/pokok pembicaraan. Subjek biasanya diisi oleh jenis kata/frasa benda (nominal), klausa, atau frasa verbal. Untuk lebih jelasnya perhatikan contoh sebagai berikut ini:
a. Ayahku sedang melukis.
b. Meja direkturbesar.
c. Yang berbaju batikdosen saya.
d. Berjalan kakimenyehatkan badan.
e. Membangun jalan layangsangat mahal.
Kata-kata yang digaris bawahi pada kalimat di atas adalah S. Contoh S yang diisi oleh kata dan frasa benda terdapat pada kalimat (a) dan (b), contoh S yang diisi oleh klausa terdapat pada kalimat (c), dan contoh S yang diisi oleh frasa verbal terdapat pada kalimat (d) dan (e).
Dalam bahasa Indonesia, setiap kata, frasa, klausa pembentuk S selalu merujuk pada benda (konkret atau abstrak). Pada contoh di atas, kendatipun jenis kata yang mengisi S pada kalimat (c), (d) dan (e) bukan kata benda, namun hakikat fisiknya tetap merujuk pada benda. Bila kita menunjuk pelaku pada kalimat (c) dan (d), yang berbaju batik dan berjalan kaki tentulah orang (benda). Demikian juga membangun jalan layang yang menjadi S pada kalimat (e), secara implisit juga merujuk pada “hasil membangun” yang tidak lain adalah benda juga. Di samping itu, kalau diselami lebih dalam, sebenarnya ada nomina yang lesap, pada awal kalimat (c) sampai (e), yaitu orang pada awal kalimat (c) dan kegiatan pada awal kalimat (d) dan (e).
Selain ciri di atas, S dapat juga dikenali dengan cara bertanya dengan memakai kata tanya siapa (yang)… atau apa (yang)… kepada P. Kalau ada jawaban yang logis atas pertanyaan yang diajukan, itulah S. Jika ternyata jawabannya tidak ada dan atau tidak logis berarti kalimat itu tidak mempunyai S. Inilah contoh “kalimat” yang tidak mempunyai S karena tidak ada/tidak jelas pelaku atau bendanya.
a. Bagi siswa sekolah dilarang masuk.
b. Di sini melayani obat generic.
c. Memandikan adik di pagi hari.
Contoh (a) sampai (c) belum memenuhi syarat sebagai kalimat karena tidak mempunyai S. Kalau ditanya kepada P, siapa yang dilarang masuk pada contoh (a) siapa yang melayani resep pada contoh (b) dan siapa yang memandikan adik pada contoh (c), tidak ada jawabannya. Kalaupun ada, jawaban itu terasa tidak logis.


b.   Predikat (P)
Predikat (P) adalah bagian kalimat yang memberitahu (tindakan) apa atau dalam keadaan bagaimana subjek (pelaku/tokoh atau benda di dalam suatu kalimat). Selain memberitahu tindakan atau perbuatan subjek (S), P dapat pula menyatakan sifat, situasi, status, ciri, atau jatidiri S. termasuk juga sebagai P dalam kalimat adalah pernyataan tentang jumlah sesuatu yang dimiliki oleh S. predikat dapat juga berupa kata atau frasa, sebagian besar berkelas verba atau adjektiva, tetapi dapat juga numeralia, nomina, atau frasa nominal. Perhatikan contoh berikut:
a.       Kuda meringkik.
b.      Ibu sedang tidur siang.
c.       Putrinya cantik jelita.
d.      Kota Jakarta dalam keadaan aman.
e.       Kucingku belang tiga.
f.        Robby mahasiswa baru.
g.      Rumah Pak Hartawan lima.
Kata-kata yang digaris bawahi dalam kalimat di atas adalah P. kata meringkik pada kalimat (a) memberitahukan perbuatan kuda. Kelompok kata sedang tidur siang pada kalimat (b) memberitahukan melakukan apa ibu, cantik jelita pada kalimat (c) memberitahukan bagaimana putrinya, dalam keadaan aman pada kalimat (d) memberitahukan situasi kota Jakarta, belang tiga pada kalimat (e) memberitahukan ciri kucingku, mahasiswa baru pada kalimat (f) memberitahukan status Robby, dan lima pada kalimat (g) memberitahukan jumlah rumah Pak Hartawan.
Berikut ini contoh kalimat yang tidak memiliki P karena tidak ada kata-kata menunjuk pada perbuatan, sifat, keadaan, ciri, atau status pelaku atau bendanya.
a.       Adik saya yang gendut lagi lucu itu.
b.      Kantor kami yang terletak di Jln. Gatot Subroto.
c.       Bandung yang terkenal kota kembang.
Walaupun contoh (a), (b), (c) ditulis persis seperti lazimnya kalimat normal, yaitu diawali dengan huruf  kapital dan diakhiri dengan tanda titik, namun di dalamnya tidak ada satu kata pun yang berfungsi sebagai P. Tidak ada jawaban atas pertanyaan melakukan apa adik yang gendut lagi lucu (pelaku) pada contoh (a), tidak ada jawaban atas pertanyaan kenapa atau ada apa dengan kantor di Jalan Gatot Subroto dan Bandung terkenal sebagai kota kembang itu pada contoh (b) dan (c). karena tidak ada informasi tentang tindakan, sifat, atau hal lain yang dituntut oleh P, maka contoh (a), (b), (c) tidak mengandung P. Karena itu, rangkaian kata-kata yang cukup panjang pada contoh (a), (b), (c) itu belum merupakan kalimat, melainkan baru merupakan kelompok kata atau frasa.

c.    Objek (O)
Objek (O) adalah bagian kalimat yang melengkapi P. objek pada umumnya diisi oleh nomina, frasa nominal, atau klausa. Letak O selalu di belakang P yang berupa verba transitif, yaitu verba yang menuntut wajib hadirnya O, seperi pad contoh di bawah ini.
a.       Nurul menimang …
b.      Arsitek merancang …
c.       Juru masak menggoreng …
Verba transitif menimang, merancang, dan menggoreng pada contoh tersebut adalah P yang menuntut untuk dilengkapi. Unsur yang akan melengkapi P pada ketiga kalimat itulah yang dinamakan objek.
Jika P diisi oleh verba intransitif, O tidak diperlukan. Itulah sebabnya sifat O dalam kalimat dikatakan tidak wajib hadir. Verba intransitive mandi, rusak, pulang yang menjadi P dalam contoh berikut tidak menuntut untuk dilengkapi.
a.       Nenek mandi.
b.      Komputerku rusak.
c.       Tamunya pulang.
Objek dalam kalimat aktif dapat berubah menjadi S jika kalimatnya dipasifkan. Perhatikan contoh kalimat berikut yang letak O-nya di belakang dan ubahan posisinya bila kalimatnya dipasifkan.
a.       Martina Hingis mengalahkan Yayuk Basuki(O)
b.      Yayuk Basuki(S) dikalahkan oleh Martina Hingis.
c.       Orang itu menipu adik saya(O)
d.      Adik saya(S) ditipu oleh oran itu.

d.   Pelengkap (pel)
Pelengkap (P) atau komplemen adalah bagian kalimat yang melengkapi P. letak Pelengkap umumnya di belakang P yang berupa verba. Posisi seperti itu juga ditempati oleh O, dan jenis kata yang mengisi Pel dan O juga sama, yaitu dapat berupa nomina, frasa nominal, atau klausa. Namun, antara Pel dan O terdapat perbedaan. Perhatikan cnntoh di bawah ini:
a.       Ketua MPRmembacakanPancasila.
               S                       P             O
b.      Banyak orpospolberlandaskanPancasila.
            S                                    P               Pel
Kedua kalimat aktif (a) dan (b) yang Pel dan O-nya sama-sama diisi  oleh nomina Pancasila, jika hendak dipasifkan ternyata yang bisa hanya kalimat (a) yang menempatkan Pancasila sebagai O. Ubahan kalimat (a) menjadi kalimat pasif adalah sebagai berikut:
Pancasiladibacakan olehketua MPR.
        S                    P               O
Posisi Pancasila sebagai Pel pada kalimat (b) tidak bisa dipindah ke depan menjadi S dalam kalimat pasif. Contoh berikut adalah kalimat yang tidak gramatikal.
Pancasila dilandasi oleh banyak orsospol.
Hal lain yang membedakan Pel dan O adalah jenis pengisinya. Selain diisi oleh nomina dan frasa nominal, Pelengkap dapat juga diisi oleh frasa adjectival dan frasa preposisional. Di samping itu, letak Pelengkap tidak selalu persis di belakang P. Apabila dalam kalimatnya terdapat O, letak pel adalah di belakang O sehingga urutan penulisan bagian kalimat menjadi S-P-O-Pel. Berikut adalah beberapa contoh pelengkap dalam kalimat.
a.       Sutardji membacakan pengagumnya puisi kontemporer.
b.      Mayang mendongengkan Rayhan Cerita si Kancil.
c.       Sekretaris itu mengambilkan atasannya air minum.
d.      Annisa mengirimi kakeknya kopiah bludru.
e.       Pamanku membelikan anaknya rumah mungil.

e.    Keterangan (ket)
Keterangan (Ket) adalah bagian kalimat yang menerangkan berbagai hal mengenai bagian kalimat yang lainnya. Unsur Ket dapat berfungsi menerangkan S, P, O, dan Pel. Posisinya bersifat bebas, dapat di awal, di tengah, atau di akhir kalimat. Pengisi Ket adalah frasa nominal, frasa preporsisional, adverbia, atau klausa.
Berdasarkan maknanya, terdapat bermacam-macam Ket dalam kalimat. Para ahli membagi keterangan atas Sembilan macam (Hasan Alwi dkk, 1998:366) yaitu seperti yang tertera pada tabel di bawah ini.

Jenis keterangan dan contoh pemakaiannya
No.
Jenis keterangan
Posisi/penghubung
Contoh pemakaian
1.
Tempat
Di
Ke
Dari
Pada
Di kamar, di kota
Ke Surabaya, ke rumahnya
Dari Manado, dari sawah
Pada permukaan
2.
Waktu
-
Pada
Dalam
Se-
Sebelum
Sesudah
Selama
Sepanjang
Sekarang, kemarin
Pada pukul 5 hari ini
Dalam 2 hari ini
Sepulang kantor
Sebelum mandi
Sesudah makan
Selama bekerja
Sepanjang perjalanan
3.
Alat
Dengan
Dengan pisau, dengan mobil
4.
Tujuan
Supaya/agar
Untuk
Bagi
Demi
Supaya/agar kamu faham
Untuk kemerdekaan
Bagi masa depan
Demi orang tuamu
5.
Cara
Secara
Dengan cara
Dengan jalan
Secara hati-hati
Dengan cara damai
Dengan jalan berunding
6.
Kesalingan
-
Satu sama lain
7.
Similatif
Seperti
Bagaikan
Laksana
Seperti angin
Bagaikan seorang dewi
Laksana bintang di langit
8.
Penyebab
Karena
Sebab
Karena perempuan itu
Sebab kegagalannya
9.
Penyerta
Dengan
Bersama
Beserta
Dengan adiknya
Bersama orang tuanya
Beserta saudaranya


3.    Ciri-ciri Kalimat Efektif
Untuk dapat mencapai keefektifan, suatu kalimat harus memenuhi paling tidak enam syarat berikut, yaitu adanya:
a.    Kesepadanan
Yang dimaksud dengan kesepadanan ialah keseimbangan antara pikiran (gagasan) dan struktur bahasa yang dipakai. Kesepadanan kalimat ini diperlihatkan oleh kesatuan gagasan yang kompak dan kepaduan pikiran yang baik. Kesepadanan kalimat itu memiliki beberapa ciri, seperti tercantum di bawah ini:
a. Kalimat itu mempunyai subjek dan predikat dengan jelas.
Ketidakjelasan subjek atau predikat suatu kalimat tentu saja membuat kalimat itu tidak efektif. Kejelasan subjek dan predikat suatu kalimat dapat dilakukan dengan menghindarkan pemakaian kata depan di, dalam bagi untuk, pada, sebagai, tentang, mengenai, menurut, dan sebagainya di depan subjek.
Contoh:
1. Bagi semua mahasiswa perguruan tinggi ini harus membayar uang kuliah. (Salah)
2. Semua mahasiswa perguruan tinggi ini harus membayar uang kuliah. (Benar)
b. Tidak terdapat subjek yang ganda.
Contoh:
1. Penyusunan laporan itu saya dibantu oleh para dosen.
2. Saat itu saya kurang jelas.
Kalimat-kalimat itu dapat diperbaiki dengan cara berikut :
1. Dalam menyusun laporan itu, saya dibantu oleh para dosen.
2. Saat itu bagi saya kurang jelas.
c.    Kalimat penghubung intrakalimat tidak dipakai pada kalimat tunggal.
Contoh:
1.    Kami datang agak terlambat. Sehingga kami tidak dapat mengikuti acara pertama.
2.    Kakaknya membeli sepeda motor Honda. Sedangkan dia membeli sepeda motor Suzuki.
Perbaikan kalimat-kalimat ini dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, ubahlah kalimat itu menjadi kalimat majemuk dan kedua gantilah ungkapan penghubung intrakalimat menjadi ungkapan penghubung antarkalimat, sebagai berikut:
1.    kami datang agak terlambat sehingga kami tidak dapat mengikuti acara pertama. Atau
Kami datang terlambat. Oleh karena itu, kami tidak dapat mengikuti acara pertama.
2.    Kakaknya membeli sepeda motor Honda, sedangkan dia membeli sepeda motor Suzuki.
Atau Kakaknya membeli sepeda motor Honda. Akan tetapi, dia membeli sepeda motor Suzuki.
d.    Predikat kalimat tidak didahului oleh kata yang.
Contoh:
1. Bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa Melayu.
2. Sekolah kami yang terletak di depan bioskop Gunting.
Perbaikannya adalah sebagai berikut:
1. Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu.
2. Sekolah kami terletak di depan bioskop Gunting
.

b.   Keparalelan
Yang dimaksud dengan keparalelan adalah kesamaan bentuk kata yang digunakan dalam kalimat itu. Artinya, kalau bentuk pertama menggunakan nomina. Kalau bentuk pertama menggunakan verba, bentuk kedua juga menggunakan verba.
Contoh:
a. Harga minyak dibekukan atau kenaikan secara luwes.
b. Tahap terakhir penyelesaian gedung itu adalah kegiatan pengecatan tembok, memasang penerangan, pengujian sistem pembagian air, dan pengaturan tata ruang.
Kalimat (a) tidak mempunyai kesejajaran karena dua bentuk kata yang mewakili predikat terdiri dari bentuk yang berbeda, yaitu dibekukan dan kenaikan. Kalimat itu dapat diperbaiki dengan cara menyejajarkan kedua bentuk itu.
Harga minyak dibekukan atau dinaikkan secara luwes.
Kalimat (b) tidak memiliki kesejajaran karena kata yang menduduki predikat tidak sama bentuknya, yaitu kata pengecatan, memasang,pengujian, dan pengaturan. Kalimat itu akan baik kalau diubah menjadi predikat yang nomial, sebagai berikut:
Tahap terakhir penyelesaian gedung itu adalah kegiatan pengecatan tembok, pemasangan penerangan, pengujian sistem pembagian air, dan pengaturan tata ruang.

c.    Ketegasan
Yang dimaksud dengan ketegasan atau penekanan ialah suatu perlakuan penonjolan pada ide pokok kalimat. Dalam sebuah kalimat ada ide yang perlu ditonjolkan. Kalimat itu memberi penekanan atau penegasan pada penonjolan itu. Ada berbagai cara untuk membentuk penekanan dalam kalimat.
a.       Meletakkan kata yang ditonjolkan itu di depan kalimat (di awal kalimat).
Contoh:
1.      Presiden mengharapkan agar rakyat membangun bangsa dan negara ini dengan kemampuan yang ada pada dirinya.
Penekanannya ialah presiden mengharapkan.
2.      Harapan presiden ialah agar rakyat membangun bangsa dan negaranya.
Penekanannya Harapan presiden.
Jadi, penekanan kalimat dapat dilakukan dengan mengubah posisi kalimat.
b.      Membuat urutan kata yang bertahap
Contoh:
Bukan seribu, sejuta, atau seratus, tetapi berjuta-juta rupiah, telah disumbangkan kepada anak-anak terlantar.
Seharusnya:
Bukan seratus, seribu, atau sejuta, tetapi berjuta-juta rupiah, telah disumbangkan kepada anak-anak terlantar.
c.       Melakukan pengulangan kata (repetisi).
Contoh:
Saya suka kecantikan mereka, saya suka akan kelembutan mereka.
d.      Melakukan pertentangan terhadap ide yang ditonjolkan
Contoh:
Anak itu tidak malas dan curang, tetapi rajin dan jujur.
e.       Mempergunakan partikel penekanan (penegasan).
Contoh:
Saudaralah yang bertanggung jawab.

d.   Kehematan
Yang dimaksud dengan kehematan dalam kalimat efektif adalah hemat mempergunakan kata, frasa, atau bentuk lain yang dianggap tidak perlu. Kehematan tidak berarti harus menghilangkan kata-kata yang dapat menambah kejelasan kalimat. Peghematan di sini mempunyai arti penghematan terhadap kata yang memang tidak diperlukan, sejauh tidak menyalahi kaidah tata bahasa.
Ada beberapa kriteria yang perlu diperhatikan.
a.    Penghematan dapat dilakukan dengan cara menghilangkan pengulangan subjek.
Contoh:
1.    Karena ia tidak diundang, dia tidak datang ke tempat itu.
2.    Hadirin serentak berdiri setelah mereka mengetahui bahwa presiden datang.
Perbaikan kalimat itu adalah sebagai berikut.
1.    Karena tidak diundang, dia tidak datang ke tempat itu.
2.    Hadirin serentak berdiri setelah mengetahui bahwa presiden datang.
b.    Penghematan dapat dilakukan dengan cara menghindarkan pemakaian superordinat pada hiponimi kata.
Contoh:
1.    Ia memakai baju warna merah.
2.    Di mana engkau menangkap burung pipit itu?
Kata merah sudah mencakupi kata warna.
Kata pipit sudah mencakupi kata burung.
Kalimat itu dapat diubah menjadi.
1.    Ia memakai baju merah.
2.    Di mana engkau menangkap pipit itu?
c.    Penghematan dapat dilakukan dengan cara menghindarkan kesinoniman dalam satu kalimat.
Perhatikan kalimat-kalimat di bawah ini.
1. Dia hanya membawa badannya saja.
2. Sejak dari pagi dia bermenung.
Kata naik bersinonim dengan ke atas.
Kata turun bersinonim dengan ke bawah.
Kalimat ini dapat diperbaiki menjadi
1.      Dia hanya membawa badannya.
2.      Sejak pagi dia bermenung.
d.    Penghematan dapat dilakukan dengan cara tidak menjamakkan kata-kata yang berbentuk jamak.
Misalnya:
Bentuk tidak baku : para tamu-tamu, beberapa orang-orang
bentuk baku : para tamu, beberapa orang.

e.    Kecermatan
Yang dimaksud dengan cermat adalah bahwa kalimat itu tidak menimbulkan tafsiran ganda.
Dan tepat dalam pilihan kata. Perhatikan kalimat berikut.
1.      Mahasiswa perguruan tinggi yang terkenal itu menerima hadiah.
2.      Dia menerima uang sebanyak dua jutaan.
Kalimat (a) memilikimakna ganda, yaitu siapa yang terkenal, mahasiswa atau perguran tinggi.
Kalimat (b) memiliki makna ganda, yaitu berapa jumlah uang, dua juta atau dibawah dua juta.
Perhatikan kalimat berikut.
Yang diceritakan menceritakan tentang putra-putri raja, para hulubalang, dan para menteri.
Kalimat ini salah pilihan katanya karena dua kata yang bertentangan, yaitu diceritakan dan menceritakan. Kalimat itu dapat diubah menjadi
Yang diceritakan ialah putra-putri raja, para hulubalang, dan para menteri.

f.     Kepaduan
Yang dimaksud dengan kepaduan ialah kepaduan ialah kepaduan pernyataan dalam kalimat itu sehingga informasi yang disampaikannya tidak terpecah-pecah.
a.    Kalimat yang padu tidak bertele-tele dan tidak mencerminkan cara berpikir yang tidaksimetris.Oleh karena itu, kita hindari kalimat yang panjang dan bertele-tele.
Misalnya:
Kita harus dapat mengembalikan kepada kepribadian kita orang-orang kota yang telah terlanjur meninggalkan rasa kemanusiaan itu dan yang secara tidak sadar bertindak keluar dari kepribadian manusia Indonesia dari sudut kemanusiaan yang adil dan beradab
b.    Kalimat yang padu mempergunakan pola aspek + agen + verbal secara tertib dalamkalimat-kalimat yang berpredikat pasif persona.
Contoh:
Surat itu saya sudah baca.
Saran yang dikemukakannya kami akan pertimbangkan.
Kalimat di atas tidak menunjukkan kepaduan sebab aspek terletak antara agen dan verbal. Seharusnya kalimat itu berbentuk
1. Surat itu sudah saya baca.
2. Saran yang dikemukakannya akan kami pertimbangkan.
c.    Kalimat yang padu tidak perlu menyisipkan sebuah kata seperti daripada atau tentangantara predikat kata kerja dan objek penderita.
Perhatikan kalimat ini :
1. Mereka membicarakan daripada kehendak rakyat.
2. Makalah ini akan membahas tentang desain interior pada rumah-rumah adat.
Seharusnya:
1. Mereka membicarakan kehendak rakyat.
2. Makalah ini akan membahas desain interior pada rumah-rumah adat.

g.    Kelogisan
Kelogisan ialah bahwa ide kalimat itu dapat diterima oleh akal dan penulisannya sesuai dengan ejaan yang berlaku. Suatu kalimat dikatakan logis apabila informasi dalam kalimat tersebut dapat diterima oleh akal atau nalar. Logis atau tidaknya kalimat dilihat dari segi maknanya, bukan strukturnya. Suatu kalimat dikatakan logis apabila gagasan yang disampaikan masuk akal, hubungan antar gagasan dalam kalimat masuk akal, dan hubungan gagasan pokok serta gagasan penjelas juga masuk akal.


4. Syarat-syarat Kalimat Efektif
Syarat-syarat kalimat efektif adalah sebagai berikut:
1.      Secara tepat mewakili pikiran pembicara atau penulisnya.
2.      Mengemukakan pemahaman yang sama tepatnya antara pikiran pendengar atau pembaca dengan yang dipikirkan pembaca atau penulisnya.

5. Struktur Kalimat Efektif
Struktur kalimat efektif  haruslah benar. Kalimat itu harus memiliki kesatuan bentuk, sebab kesatuan bentuk itulah yang menjadikan adanya kesatuan arti. Kalimat yang strukturnya benar tentu memiliki kesatuan bentuk dan sekaligus kesatuan arti. Sebaliknya kalimat yang strukturnya rusak atau kacau, tidak menggambarkan kesatuan apa-apa dan merupakan suatu pernyataan yang salah.
Jadi, kalimat efektif selalu memiliki struktur atau bentuk yang jelas. Setiap unsur yang terdapat di dalamnya (yang pada umumnya terdiri dari kata) harus menempati posisi yang jelas dalam hubungan satu sama lain. Kata-kata itu harus diurutkan berdasarkan aturan-aturan yang sudah dibiasakan. Tidak boleh menyimpang, apalagi bertentangan. Setiap penyimpangan biasanya akan menimbulkan kelainan yang tidak dapat diterima oleh masyarakat pemakai bahasa itu. Misalnya, Anda akan menyatakan Saya menulis surat buat papa. Efek yang ditimbulkannya akan sangat lain, bila dikatakan:
1.      Buat Papa menulis surat saya.
2.      Surat saya menulis buat Papa.
3.      Menuis saya surat buat Papa.
4.      Papa saya buat menulis surat.
5.      Saya Papa buat menulis surat.
6.      Buat Papa surat saya menulis.
Walaupun kata yang digunakan dalam kalimat itu sama, namun terdapat kesalahan. Kesalahan itu terjadi karena kata-kata tersebut (sebagai unsur kalimat) tidak jelas fungsinya. Hubungan kata yang satu dengan yang lain tidak jelas. Kata-kata itu juga tidak diurutkan berdasarkan apa yang sudah ditentukan oleh pemakai bahasa.
Demikinlah biasanya yang terjadi akibat penyimpangan terhadap kebiasaan struktural pemakaian bahasa pada umumnya. Akibat selanjutnya adalah kekacauan pengertian. Agar hal ini tidak terjadi, maka si pemakai bahasa selalu berusaha mentaati hokum yag sudah dibiasakan.

2.3    Kalimat Gramatikal
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 461) Gramatikal adalah sesuai dengan tata bahasa; menurut tata bahasa. Jadi dapat ditarik kesimpulan yakni makan yang sesuai dengan tata bahasa. Sedangkan menurut Hasnah Faizah dalam bukunya (Linguistik Umum, 2010:70) makna gramatikal adalah makna yang terjadi akibat proses gramatikal (afiksasi, reduplikasi, komposisi, atau kalimatisasi. Misalnya makna kata pergi dalam “adik pergi ke sekolah”. Makna konteks juga berkenaan dengan situasinya, yakni tempat, waktu, dan lingkungan penggunaan bahasa.
Kalimat baku harus gramatikal, yaitu kalimat baku yang harus memenuhi kaidah yang berlaku di dalam bahasa Indonesia. Kaidah-kaidah tersebut menurut Susilo (1990:4) ialah harus memenuhi tata kalimat (sintaksis), tata frase (frasiologi), tata morfem (morfologi) dan tata fonem (fonemik, fonologi). Kalimat bahasa Indonesia secara gramatikal setidaknya terdiri atas unsur subjek dan unsur predikat. Sebuah kalimat dapat berdiri sendiri meskipun tanpa objek atau keterangan, tapi unsur subjek dan predikat tidak dapat ditinggalkan. Karena kedua unsur ini (subjek dan predikat) memiliki sifat ketergantungan. Unsur subjek tidak akan memiliki makna tanpa unsur predikat, begitu pula sebaliknya dengan unsur predikat takkan memiliki makna tanpa adanya unsur subjek.
Contoh kalimat:                                                                          
George W. Bush telah kehilangan akal untuk menemukan keberadaan Usamah.
Kalimat diatas terdiri dari unsur subjek Geoarge W. Bush, unsur predikat kehilangan akal, dan unsur keterangan untuk menemukan keberadaan Usamah. Jika unsur keterangan dihilangkan maka kalimat itu masih dapat diterima dalam tatanan kalimat bahasa Indonesia. Tapi, lain halnya jika unsur subjek atau unsur predikatnya dihilangkan maka kalimat itu menjadi tak memiliki makna.

Berdasarkan Jumlah Frasa (Struktur Gramatikal)

1.    Kalimat Tunggal ialah kalimat yang hanya memiliki satu pola (klausa), yang terdiri dari subjek dan predikat. Kalimat tunggal merupakan kalimat yang paling sederhana. Kalimat tunggal yang sederhana ini dapat ditelusuri berdasarkan pola-pola pembentukannya.
Pola-pola kalimat dasar yang dimaksud adalah sebagai berikut :
a.      KB + KK (kata benda + kata kerja)
Contoh:
Ibu memasak.
b.      KB + KS (kata benda + kata sifat)
Contoh:
Anak itu sangat rajin.
c.       KB + KBil (kata benda + kata bilangan)
Contoh:
Apel itu ada dua buah.
Kalimat tunggal terdiri dari 2 jenis, yaitu:
Kalimat Nominal yaitu jenis kalimat yang pola predikatnya menggunakan kata benda.
Contoh:
Adik perempuan saya ada dua orang.
Kalimat Verbal yaitu jenis kalimat yang menggunakan kata kerja sebagai predikatnya.
Contoh:
Saya sedang mandi.
Dua jenis kalimat tunggal diatas dapat dikembangkan dengan menambahkan kata pada tiap unsur-unsurnya. Dengan adanya penambahan tiap unsur-unsur itu, unsur utama masih dapat dengan mudah dikenali. Perluasan kalimat tunggal itu terdiri atas:
1.    Keterangan tempat, misalnya: disini, lewat jalan itu, di daerah ini, dll. Contoh: Rumahnya ada di daerah ini.
2.    Keterangan waktu, misalnya: setiap hari, pukul, tahun ini, tahun depan, kemaren, lusa, dll. Contoh: Aktifitasnya dimulai pukul 08.30 pagi.
3.    Keterangan alat, misalnya: dengan baju, dengan sepatu, dengan motor, dll. Contohnya: Dia pergi dengan sepeda motor.
4.    Keterangan cara, misalnya: dengan hati-hati, secepat mungkin, dll. Contoh: Prakarya itu dibuat dengan hati-hati.
5.    Keterangan modalitas, misalnya: harus, mungkin, barangkali, dll. Contoh: Saya harus giat berlatih.
6.    Keterangan aspek, misalnya: akan, sedang, sudah, dan telah. Contoh: Dia sudah menyelesaikannya.
7.    Keterangan tujuan, misalnya: untuk dirinya, untuk semua orang, dll. Contoh: Orang itu membuat dirinya terlihat menawan.
8.    Keterangan sebab, misalnya: karena rajin, karena panik, dll. Contoh: Dia lulus ujian karena rajin belajar.
9.    Keterangan tujuan (ket. yang sifatnya menggantikan), contoh: penerima medali emas, taufik Hidayat.
10.    Perluasan kalimat yang menjadi frasa, contoh: orang itu menerima predikat guru teladan.
Contoh perluasan kalimat tunggal:
·         Ibu sedang menyapu halaman.
·         Adik saya ada 2 orang yang masih sekolah.
·         Saya sedang mandi pagi itu.
2.    Kalimat Majemuk ialah Kalimat majemuk merupakan kalimat yang terdiri dari 2 atau lebih kalimat tunggal, yang saling berhubungan baik secara kordinasi maupun subordinasi. Kalimat majemuk dapat dibedakan atas 3 jenis:

a.    Kalimat Majemuk Setara adalah kalimat yang terdiri dari 2 atau lebih kalimat tunggal, dan kedudukan tiap kalimat tunggal itu ialah setara. Kalimat majemuk setara dapat dikelompokkan kedalam beberapa bagian, yaitu:
1.    Kalimat majemuk setara penggabungan ialah jenis kalimat yang dapat diidentifikasi dengan adanya kalimat yang dihubungkan dengan kata “dan” atau “serta”. Contoh: "Aku menulis surat itu dan Dia yang mengirimnya ke kantor pos.", "Murid-murid membuat prakarya itu serta memajangnya di pameran."
2.    Kalimat majemuk setara pertentangan ialah jenis kalimat majemuk yang dihubungkan dengan kata “tetapi”, “sedangkan”, “melainkan”, “namun”. Contoh: "Anak itu rajin datang kesekolah, tetapi nilainya selalu merah.", "Ibu memasak didapur sedangkan saya membersihkan rumah.", "Yang membuat prakarya itu bukan adiknya melainkan kakaknya yang membuat prakarya itu.", "Dia tidak membuat makanan itu namun hanya menyiapkannya untuk para tamu."
3.    Kalimat majemuk setara pemilihan ialah jenis kalimat majemuk yang didalam kalimatnya dihubungkan dengan kata “atau”. Contoh" "Dia bingung memilih antara buah apel atau buah anggur."
4.    Kalimat majemuk setara penguatan ialah jenis kalimat yang mengalami penguatan dengan menambahkan kata “bahkan”. Contoh: "Dia tidak hanya pandai bermain alat musik, dia bahkan pandai bernyanyi."

b.    Kalimat Majemuk Bertingkat adalah penggabungan dua kalimat atau lebih kalimat tunggal yang kedudukannya berbeda. Di dalam kalimat majemuk bertingkat terdapat unsur induk kalimat dan anak kalimat. Anak kalimat timbul akibat perluasan pola yang terdapat pada induk kalimat. Berdasarkan kata penghubungnya (konjungsi), kalimat majemuk bertingkat terdiri dari 10 macam, yakni:
1.    Waktu, misal: ketika, sejak, saat ini. Contoh: "Rumah makan itu sudah berdiri sejak orang tuaku menetap di kota ini.", "Orang tuaku meninggalkan kota ini ketika umurku beranjak 3 tahun."
2.    Sebab, misal: karena, oleh karena itu, sebab, oleh sebab itu. Contoh: "Dia pergi dari rumah karena bertengkar dengan istrinya."
3.    Akibat, misal: hingga, sehingga, maka. Contoh: "Hari ini hujan sangat deras di Ibukota hingga mampu menggenangi beberapa ruas jalan."
4.    Syarat, misal: jika, asalkan, apabila. Contoh: "Dia harus giat belajar jika ingin nilainya sempurna.", "Tanaman itu bisa tumbuh dengan subur asalkan dirawat dengan baik."
5.    Perlawanan, misal: meskipun, walaupun. Contoh: "Dia ingin masuk ke perguruan tinggi di Jakarta walaupun nilai kelulusannya tidak memenuhi syarat.", "Dia selalu pergi kesekolah dengan berjalan kaki meskipun dia tahu kalau jarak antara rumah dan sekolahnya sangat jauh."
6.    Pengandaian, misal: andaikata, seandainya. Contoh: "Tim kita bisa menjadi juara 1 andaikata kita berusaha lebih keras lagi."
7.    Tujuan, misal: agar, supaya, untuk. Contoh: "Dia bekerja disini agar mendapatkan biaya hidup.", "Pria itu membuatkan sebuah rumah di daerah "A" untuk kedua orangtuanya."
8.    Perbandingan, misal: bagai, laksana, ibarat, seperti. Contoh: "Wajah anak itu bagai bulan kesiangan.", "Anaknya yang suka membangkang itu ibarat Malin Kundang di zaman modern."
9.    Pembatasan, misal: kecuali, selain. Contoh: "Dia memiliki bakat menyanyi selain bakat bermain musik."
10.               Alat, misal: (dengan + Kata Benda) dengan mobil, dll. Contoh: "Orang itu pergi ke kantor dengan mobil."
11.               Kesertaan, misal: dengan + orang. Contoh: "Murid-murid sekolah dasar pergi berdarmawisata dengan para guru."
c.     Kalimat Majemuk Campuran adalah kalimat majemuk yang merupakan penggabungan antara kalimat majemuk setara dengan kalimat majemuk bertingkat. Minimal pembentukan kalimatnya terdiri dari 3 kalimat.
Contoh:
1.    Toni bermain dengan Kevin. (kalimat tunggal 1)
2.    Rina membaca buku dikamar. (kalimat tunggal 2, induk kalimat)
3.    Ketika aku datang kerumahnya. (anak kalimat sebagai pengganti keterangan waktu)
Hasil penggabungan ketiga kalimat diatas.
Toni bermain dengan Kevin dan Rina membaca buku dikamar, ketika aku datang kerumahnya. (kalimat majemuk campuran)






















BAB III
PENUTUP



3.1    KESIMPULAN

Kalimat efektif adalah kalimat yang dapat mewakili pikiran penulis atau pembicara secara tepat sehingga pndengar/pembaca dapat memahami pikiran tersebut dengan mudah, jelas dan lengkap seperti apa yang dimasud oleh penulis atau pembicaranya.
Unsur-unsur dalam kalimat meliputi : subjek (S), prediket (P), objek (O), pelengkap (Pel), dan keterangan (Ket).
Ciri-ciri kalimat efektif yaitu : Kesepadanan, keparalelan, ketegasan, kehematan, kecermatan, kepaduan, kelogisan.

3.2    SARAN

Bagi para pendidik sebaiknya memahami dengan seksama dan bena tentang bahasa indnesia yang memiliki berbagai ragam bahasa supaya dalam proses kegiatan belajar mengajar teradi komunikas yang baik dan tepat penggunaan bahasanya antara pendidik dengan peserta didik.
Bagi calon pendidik sebaiknya memahami dan mencari pengetahuan secara seksama mengenai materi dalam makalah ini supaya pada saat pendidik terjun ke lapangan tidak terjadi kekeliruan dalam pemakaian bahasa terhadap peserta didik dengan pedidik.
Bagi lembaga sekolah sebaiknya memberikan dan menekankan perhatian penuh terhadap penggunaan ragam bahasa yang tepat agar terjalin komunikasi yang selaras.



DAFTAR PUSTAKA



Ali, Lukman dkk. 1991. Petunjuk Praktis Berbahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

Badudu, J.S. 1983. Membina Bahasa Indonesia baku. Bandung: Pustaka Prima.

Finoza, Lamuddin. 2002.. Komposisi Bahasa Indonesia. Jakarta: Insan Mulia.

Razak, Abdul. 1985. Kalimat Efektif. Jakarta: Gramedia.

Comments

Popular posts from this blog

FAKTA, KONSEP, DAN GENERALISASI

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Ilmu-ilmu sosial mengkaji perilaku manusia yang berlangsung dalam proses kehidupan sehari-hari dalam upaya menjelaskan mengapa manusia berperilaku seperti apa yang mereka lakukan. Setiap ilmu sosial merupakan suatu disiplin ilmu tersendiri yang memiliki scope materi dan metodologi tertentu, batang tubuh, atau struktur ilmu pengetahuan ( body of knowledge atau struktur of knowledge ) tentang suatu bidang kajian. Setiap ilmu sosial seperti sejarah, geografi, ekonomi, antropologi, sosiologi, psikologi sosial, ilmu politik dan pemerintahan, memandang manusia dari sudut pandangnya masing-masing dan menggunakan metode kerja yang berbeda untuk memperoleh struktur ilmunya. Pengetahuan tentang tindakan atau perilaku manusia ini memberikan suatu pola dasar bagi materi Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Dalam suatu struktur ilmu pengetahuan, termasuk di dalamnya ilmu sosial, tersusun dalam 3 (tiga) tingkatan materi, dimulai dari yang paling sempi

KETERAMPILAN DASAR DALAM ILMU-ILMU SOSIAL

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang      Abad Informasi seperti sekaran ini menghendaki manusia, lembaga bahkan Negara dapat memiliki informasi sebagai alat untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Untuk memperoleh informasi tersebut diperlukan upaya tertentu sesuai dengan tingkat dan derajad manfaat dari informasi yang ingin diperoleh. Salah satu upaya untuk memperoleh informasi itu adalah dengan mencarinya pada sumber-sumber informasi, baik melalui media elektronika seperti televise, radio, internet, maupun media cetak seperti buku, bulletin, majalah, surat kabar, dll. Disamping itu diperlukan upaya menggali informasi itu dari individu atau masyarakat sekitar. Untuk memperoleh informasi yang lengkap dan akurat dari individu dan masyarakat diperlukan suatu keterampilan tertentu yang berhubungan dengan cara memilih, menyusun, menggunakan pertaanyaan, memperoleh, menganalisis menyajikan dan memanfaatkan informasi. Bagi seorang guru,

PENGERTIAN, FUNGSI, DAN JENIS LINGKUNGAN PENDIDIKAN (DASAR DASAR PENDIDIKAN)

BAB I PENDAHULUAN A.        Latar Belakang Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukan pribadi manuia. Pendidikan sangat berperan dalam membentuk baik atau buruknya pribadi manusia menurut ukuran normatif. Disisi lain proses perkembangan dan pendidikan manusia tidak hanya terjadi dan dipengaruhi oleh proses pendidikan yang ada dalam sistem pendidikan formal ( sekolah ) saja. Manusia selama hidupnya selalu akan mendapat pengaruh dari keluarga, sekolah, dan masyarakat luas. Ketiga lingkungan itu sering disebut sebagai tripusat pendidikan. Dengan kata lain proses perkembangan pendidikan manusia untuk mencapai hasil yang maksimal tidak hanya tergantung tentang bagaimana sistem pendidikan formal dijalankan. Namun juga tergantung pada lingkungan pendidikan yang berada diluar lingkungan formal. B.        Rumusan Masalah 1.       Apa pengertian Lingkungan Pendidikan ? 2.       Apa saja Jenis-jenis Lingkungan Pendidikan ( Tripusat Pendidikan ) ? 3.       Apa saja Fung