BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Bila kita menyadari bahwa
kata merupakan alat penyalur gagasan, maka hal itu berarti semakin banyak kata
yang dikuasai seseorang, semakin banyak pula ide atau gagasan yang dikuasainya
dan yang sanggup diungkapkannya. Mereka yang menguasai banyak gagasan, atau
dengan kata lain, mereka yang luas kosa katanya, dapat dengan mudah dan lancar
mengadakan komunikasi dengan orang-orang lain. Betapa sering kita tidak
memahami orang-orang lain, hanya karena kita tidak cukup memiliki kata atau
gagasannya, atau karena orang yang diajak bicara tidak cukup memiliki gagasan
atau kosa kata, sehingga tidak sanggup mengungkapkan maksudnya secara jelas
kepada kita.
Aktivitas seorang
mahasiswa setiap hari sebenarnya berkisar pada persoalan kosa kata. Sepanjang
hari mahasiswa harus mengikuti perkuliahan, mengerjakan soal ujian, menulis
karya-karya tulis ataupun skripsi. Kemudian ketika waktu istirahat, ia harus
bertukar pikiran dengan kawan mahasiswa lainnya atau berkonsultasi dengan para
dosen. Malam harinya, ia harus membuka kembali bahan-bahan kuliah baik itu
dari catatannya maupun buku-buku yang
dianjurkan. Dengan aktivitas itu, kata beserta gagasannya banyak yang masuk ke
dalam benaknya. Sering sekali mahasiswa dalam menghadapi soal ujian ia
mengetahui gagasannya, tetapi ia tidak mengetahui kata atau istilahnya
begitupun sebaliknya. Maka dari itu,
kata dan gagasan sama pentingnya. Karena tidak dapat disangkal bahwa
penguasaan kosa kata bagian yang sangat penting dalam dunia perguruan tinggi
dengan begitu seseorang dapat menyampaikan pikiran secara sederhana dan
langsung. Sehingga ketepatan pilihan kata sangat diperlukan supaya tidak
menimbulkan kesalahan respon atau tanggapan oranglain ketika kita menyampaikan
kata atau gagasan yang ada di dalam pikiran masing-masing.
1.2
Rumusan Masalah
1. Apa
pengertian pilihan kata (diksi)?
2. Apa
sajakah fungsi diksi?
3. Bagaimana
saja persyaratan untuk ketepatan diksi?
4. Apa
jenis-jenis diksi?
5.
Apa saja hal yang perlu diperhatikan dalam
menulis diksi?
1.3
Tujuan
1. Untuk
mengetahui tentang pengertian dari pilihan kata (diksi).
2. Untuk
mengetahui fungsi dari diksi tersebut.
3. Untuk
mengetahui dan memahami berbagai persyaratan untuk ketepatan diksi.
4. Untuk
mengetahui jenis-jenis dari diksi tersebut.
5. Untuk
mengetahui hal yang perlu diperhatikan dalam menulis diksi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pilihan Kata (Diksi)
Pilihan
kata atau diksi pada dasarnya adalah hasil dari upaya memilih kata
tertentu untuk dipakai dalam kalimat, alenia, atau wacana. Pemilihan
kata dapat dilakukan bila tersedia sejumlah kata yang artinya hampir sama
atau bermiripan. Pemilihan kata bukanlah sekedar memilih kata yang tepat,
melainkan juga memilih kata yang cocok. Cocok dalam arti sesuai dengan
konteks di mana kata itu berada, dan maknanya tidak bertentangan dengan
yang nilai rasa masyarakat pemakainya.
Diksi adalah
ketepatan pilihan kata. Penggunaan ketepatan pilihan kata dipengaruhi oleh
kemampuan pengguna bahasa yang terkait dengan kemampuan mengetahui, memahami,
menguasai, dan menggunakan sejumlah kosa kata secara aktif yang dapat
mengungkapkan gagasan secara tepat sehingga mampu mengomunikasikannya
secara efektif kepada pembaca atau pendengarnya.
2.2
Fungsi diksi
Dalam
karangan ilmiah, diksi dipakai untuk menyatakan sebuah konsep, pembuktian,
hasil pemikiran, atau solusi dari suatu masalah. Adapun fungsi diksi antara
lain:
a. Melambangkan
gagasan yang diekspresikan secara verbal,
b. Membentuk
gaya ekspresi gagasan yang tepat,
c. Menciptakan
komunikasi yang baik dan benar,
d. Mencegah
perbedaan penafsiran,
e. Mencegah
salah pemahaman
f.
Mengefektifkan pencapaian target
komunikasi, dan
g. Memperoleh
keindahan guna menambah daya ekspresivitas.
2.3 Persyaratan
Ketepatan Diksi
Ketepatan adalah
kemampuan sebuah kata untuk menimbulkan gagasan yang sama pada imajinasi
pembaca atau pendengar, seperti yang dipikirkan atau dirasakan oleh penulis
atau pembicara, maka setiap penulis atau pembicara harus berusaha secermat
mungkin memilih kata-katanya untuk mencapai maksud tersebut. Ketepatan tidak
akan menimbulkan salah paham. Selain pilihan kata yang tepat, efektivitas
komunikasi menuntut persyaratan yang harus dipenuhi oleh pengguna bahasa, yaitu
kemampuan memilih kata yang sesuai dengan tuntutan komunikasi.
Adapun
syarat-syarat ketepatan pilihan kata adalah:
1.
Membedakan secara cermat denotasi dan
konotasi
Denotasi
ialah kata yang bermakna lugas atau tidak bermakna ganda. Sedangkan konotasi
ialah kata yang dapat menimbulkan bermacam-macam makna.
Contoh :
a. Bunga eldeweis
hanya tumbuh ditempat yang tinggi. (Denotasi)
Sinta
adalah bunga desa di kampungnya. (Konotasi)
b.
Sejak dua tahun yang lalu ia membanting
tulang untuk memperoleh kepercayaan masyarakat.
Kata
membanting tulang (yang mengambil suatu denotatif kata perkerjaan membanting
sebuah tulang) mengandung makna “bekerja keras” yang merupakan sebuah kata
kiasan. Kata membanting tulang dapat kita masukkan ke dalam golongan kata yang
bermakna konotatif.
2.
Membedakan dengan cermat kata-kata yang hampir
bersinonim
Sinonim
adalah dua kata atau lebih yang pada asasnya mempunyai makna yang sama, tetapi
bentuknya berlainan. Kesinoniman kata tidaklah mutlak, hanya ada kesamaan atau
kemiripan.
Sinonim ini dipergunakan untuk mengalih-alihkan pemakaian kata pada tempat tertentu sehingga kalimat itu tidak membosankan. Dalam pemakaiannya bentuk-bentuk kata yang bersinonim akan menghidupkan Bahasa seseorang dan mengonkretkan bahasa seseorang segingga kejelasan komunikasi (lewat bahasa itu) akan terwujud. Dalam hal ini pemakai bahasa dapat memilih bentuk kata mana yang paling tepat untuk dipergunakan sesuai dengan kebutuhan dan situai yang dihadapinya.
Kita ambil contoh kata cerdas dan kata cerdik. Kedua kata itu bersinonim, tetapi kedua kata tersebut tidak persis sama benar. Kesinoniman kata masih berhubungan dengan masalah makna denotatif dan makna konotatif suatu kata.
Sinonim ini dipergunakan untuk mengalih-alihkan pemakaian kata pada tempat tertentu sehingga kalimat itu tidak membosankan. Dalam pemakaiannya bentuk-bentuk kata yang bersinonim akan menghidupkan Bahasa seseorang dan mengonkretkan bahasa seseorang segingga kejelasan komunikasi (lewat bahasa itu) akan terwujud. Dalam hal ini pemakai bahasa dapat memilih bentuk kata mana yang paling tepat untuk dipergunakan sesuai dengan kebutuhan dan situai yang dihadapinya.
Kita ambil contoh kata cerdas dan kata cerdik. Kedua kata itu bersinonim, tetapi kedua kata tersebut tidak persis sama benar. Kesinoniman kata masih berhubungan dengan masalah makna denotatif dan makna konotatif suatu kata.
Contoh:
Siapa pengubah peraturan
yang memberatkan pengusaha?
Pembebasan
bea masuk untuk jenis barang tertentu adalah peubah peraturan
yang selama ini memberatkan pengusaha.
3.
Membedakan kata-kata yang mirip ejaannya
Bila
penulis sendiri tidak mampu membedakan kata-kata yang mirip ejaannya itu, makna
akan membawa akibat yang tidak diinginkan, yaitu salah paham.
Contoh:
bahwa-bawah-bawa
interferensi-inferensi
Intensif– insensif
Karton– kartun
Korporasi–koperasi
4.
Tidak menafsirkan makna kata secara
subjektif berdasarkan pendapat sendiri (jika pemahaman belum dapat dipastikan)
serta hindari kata-kata ciptaan sendiri
Bahasa
selalu tumbuh dan berkembang sesuai dengan perkembangan dalam masyarakat.
Perkembangan bahasa pertama-tama tampak dari pertambahan jumlah kata baru.
Namun hal itu tidak berarti bahwa setiap orang boleh menciptakan kata baru
seenaknya. Kata baru biasanya muncul untuk pertama kali karena dipakai oleh
orang-orang terkenal atau pengarang terkenal. Bila anggota masyarakat lainnya
menerima kata itu, maka kata itu lama-kelamaan akan menjadi milik masyarakat.
Contoh:
Modern-canggih
(secara subjektif)
Modern:
terbaru atau muktahir (menurut kamus)
Canggih:
banyak cakap, suka menggangu, banyak mengetahui, bergaya intelektual (menurut
kamus)
5.
Waspada terhadap penggunaan istilah asing
dan akhirannya
Waspadalah
terhadap penggunaan akhiran asing, terutama kata-kata asing yang mengandung
akhiran asing tersebut. Perhatikan penggunaan: favorable-favorit,
idiom-idiomatik, progress-progresif, kultur-kultural, dan sebagainya. Kata-kata
atau istilah-istilah asing boleh dipakai (mungkin kita pilih) dengan
pertimbangan sebagai berikut:
a.
Lebih cocok karena notasinya, misalnya:
kritik
- kecaman profesional
- bayaran
asimilasi
- persenyawaan aposisi - gelaran
dianalisis
- diolah
b.
Lebih singkat jika dibandingkan dengan
terjemahannya, misalnya:
eksekusi
- pelaksanaan hukuman mati
imunisasi
- pengebalan terhadap penyakit
inovasi
- perubahan secara baru
kontrasepsi
- alat pencegah kehamilan
mutasi
- perpindahan tugas kepagawaian
c.
Bersifat internasional, misalnya:
matematika
- ilmu pasti oksigen - zat asam
hidrogen
- zat air valensi - martabat
fisiologi
- ilmu faal predikat
-sebutan
Contoh
akhiran asing:
Dilegalisir seharusnya dilegalisasi.
Koordinir seharusnya koordinasi.
6.
Membedakan pemakaian kata penghubung yang
berpasangan secara tepat atau kata kerja yang menggunakan kata depan harus digunakan
secara idiomatis
Contoh:
Pasangan
yang salah
|
Pasangan
yang benar
|
antara...dengan...
|
antara...dan...
|
tidak...melainkan...
|
tidak...tetapi...
|
baik....
ataupun...
|
baik...maupun...
|
bukan...tetapi...
|
bukan...melainkan...
|
Ingat
terhadap...
|
Ingat
akan...
|
Mengharap
akan...
|
Mengharap...
|
Membahayakan
bagi sesuatu...
|
Berbahaya
bagi...
|
7.
Membedakan kata umum dan kata khusus
secara cermat
Kata umum adalah sebuah kata yang
mengacu kepada suatu hal atau kelompok yang luas bidang lingkupnya. Sedangkan kata
khusus adalah kata yang mengacu kepada pengarahan-pengarahan yang khusus
dan kongkret. Kata-kata umum (Generik) ialah kata-kata yang luas ruang
lingkupnya, sedangkan kata-kata khusus ialah kata-kata yang sempit ruang
lingkupnya. Makin umum, makin kabur gambarannya dalam angan-angan. Sebaliknya,
makin khusus, mikin jelas dan tepat. Karena itu, untuk mengefektifkan penuturan
lebih tepat dipakai kata-kata khusus dari pada kata-kata umum.
Contoh
:
Kata
umum: melihat
Kata
khusus: melotot, membelak, melirik, mengintai, mengamati, mengawasi,
menonton (wayang), memandang (gunung sawah, laut, dan lain-lain), menatap
(gambar).
8.
Memperhatikan perubahan makna yang terjadi
pada kata-kata yang sudah dikenal
Macam-macam perubahan
makna yaitu
a.
Generalisasi (Perluasan Arti)
Generalisasi
atau pergeseran makna meluas adalah pergeseran makna sebuah kata dari makna
yang khusus atau sempit ke makna yang lebih luas atau lebih umum. Bisa juga
diartikan sebagai suatu proses perubahan makna yang dialami sebuah kata yang
tadinya mengandung suatau makna yang khusus, tetapi kemudian meluas sehingga
meliputi sebuah kelas makna yang lebih umum.
Yang merupakan generalisasi misalnya saja bapak, ibu, saudara, kakak, adik, puta, putri dan lain sebagainya.
Yang merupakan generalisasi misalnya saja bapak, ibu, saudara, kakak, adik, puta, putri dan lain sebagainya.
Contoh:
(a)
Bapakku berasal dari Pontianak, Kalimantan Barat.
(b)
Apakah Bapak wali kelas kami?.
Pada kalimat (a) kata
bapak yaitu orang tua laki-laki yang mempunyai hubungan darah. Sebaliknya, kata
bapak pada kalimat (b) bermakna orang yang lebih tua atau berkedudukan lebih tinggi
meskipun tidak mempunyai hubungan darah.
(c)
Kata berlayar dipakai dengan pengertian bergerak dilaut dengan menggunakan
layar. Sekarang setindakan yang mengarungi lautan atau perairan dengan
menggunakan alat apa saja.
b.
Spesialisasi (Penyempitan Arti)
Spesialisasi atau penyempitan
arti sebuah kata adalah perubahan makna dari yang lebih umum atau luas ke makna
yang lebih khusus atau sempit. Atau bisa juga diartikan sebagai sebuah proses
yang dialami sebuah kata dimana makna yang lama lebih luas cakupannya dari
makna yang baru. Beberapa kata spesialisasi yaitu nasib, madrasah dan lain
sebagainya.
Contoh
:
(a)
Setiap orang sudah punya garis nasib yang berbeda-beda.
(b)
Nasib membawanya menjadi seorang gelandangan.
Kata nasib pada kalimat
(a) artinya untung malang, baik buruk. Sebaliknya kata nasib pada kalimat (b)
yaitu malang atau buruk.
(c)
Kata sarjana dulu dipakai untuk menyebut sebuah cendekiawan. Sekarang dipakai
untuk gelar universitas.
c.
Ameliorasi (Peninggian Makna)
Ameliorasi
adalah suatu proses perubahan makna, dimana arti yang baru dirasakan lebih
tinggi atau lebih baik nilainya dari arti yang lama. Beberapa kata ameliorasi
yaitu asisten rumah tangga, mengandung, tunawisma, pramuniaga, seni, narapidana
dan lain sebagainya.
Contoh:
(a)
Jangan membuang air seni di sekitar tempat ini!
(b)
Sejak masih sekolah Pak Nugroho menekuni seni lukis.
Kata seni pada kalimat
(a) artinya air kencing sedangkan seni pada kalimat (b) artinya ciptaan yang
bernilai.
(c)
Pramuniaga di toko buku itu ramah-ramah.
d. Peyorasi (Penurunan
Makna)
Peyorasi adalah perubahan
makna yang mengakibatkan makna yang baru dirasakan lebih rendah atau kurang
baik nilainya daripada makna sebelumnya. Peyorasi ini merupakan kebalikan dari
ameliorasi. Misalnya, bunting, bini, gelandangan dan lain-lain.
Contoh:
(a) Kak
Asti bunting lima bulan.
Kata
bunting dianggap lebih rendah nilainya daripada kata hamil. Mempunyai makna
yang sama yaitu mengandung anak dalam perut.
(b) Bang
Jupri dan bininya sudah pindah rumah sejak sebulan yang lalu.
Kata
bini dianggap lebih rendah nilainya daripada istri.
(c)
Di kota besar ditemukan banyak gelandangan.
Kata gelandangan dianggap
lebih rendah nilainya daripada tunawisma.
e.
Metafora
Metafora adalah perubahan
makna karena perbedaan sifat dua objek.
Contoh: matahari (sang
surya), putri malam (untuk bulan), pulau (empu laut).
f.
Metonimi
Metonimi sebagai suatu
proses perubahan makna terjadi karena hubungan yang erat antara kata-kata yang
terlibat dalam suatu lingkungan makna yang sama, dan dapat diklasifikasi
menurut tempat atau waktu, hubungan isi dan kulit, dan antara sebab dan akibat.
Contoh:
Contoh:
Kata kota tadinya
berati susunan batu yang dibuat mengelilingi sebuah tempat pemukiman sebagai
pertahanan dari luar. Sekarang tempat pemukiman itu disebut kota, walaupun
sudah tidak ada susunan batunya lagi.
9. Pemakaian
Kata Indria
Suatu
jenis pengkhususan dalam memilih kata-kata yang tepat adalah penggunaan
istilah-istilah yang menyatakan pengalaman-pengalaman yang diserap oleh panca
indra, yaitu serapan indria penglihatan, pendengaran, peraba, perasa, dan
penciuman. Tetapi sering kali terjadi hubungan antara indria dengan indria yang
lain dirasakan begitu rapatnya, sehingga kata yang sebenarnya dikenakan kepada
suatu indria dikenakan pula pada indria lainnya. Gejala semacam ini disebut
sinestesia.
Contoh: wajahnya manis sekali.
Contoh: wajahnya manis sekali.
Suaranya
manis kedengarannya.
Kata-kata yang
lazim dipakai untuk menyatakan penyerapan itu yaitu:
Peraba : dingin,
panas, lembab, basah, kering, dan kasar,
Perasa : pedas,
pahit, asam, dan manis,
Pencium : basi,
busuk, anyer dan tengik,
Pendengaran :
dengung, derung, ringkik, lengking, kicau, dan
Penglihatan :
kabur, mengkilat, kemerah-merahan, dan seri.
Karena kata-kata
indria melukiskan suatu sifat yang khas dari penyerapan panca indria, maka
pemakaiannya harus tepat.
10. Menggunakan
kata abstrak dan kata konkret secara cermat
Kata
abstrak mempunyai referensi berupa konsep atau gagasan, sedangkan kata konkret
mempunyai referensi objek yang diamati seperti dilihat, didengar, disarakan,
diraba, atau dibau. Kata-kata konkret lebih mudah dipahami dari pada kata-kata
abstrak. Karena itu, dalam karangan sebaiknya dipakai kata konkret
sebanyak-banyaknya agar isi karangan itu menjadi lebih jelas.
Kata
yang acuannya semakin mudah diserap panca indra disebut kata konkret, seperti
meja, rumah, mobil, air, cantik, hangat, wangi, suara. Jika acuan sebuah kata
tidak mudah diserap panca indra, kata itu disebut kata abstrak, seperti gagasan
dan perdamaian. Kata abstrak digunakan untuk mengungkapkan gagasan rumit. Kata
abstrak mampu membedakan secara halus gagasan yang bersifat teknis dan khusus.
Akan tetapi, jika kata abstrak terlalu diobral atau dihambur-hamburkan dalam
suatu karangan, karangan itu dapat menjadi samara dan tidak cermat.
Kata-kata konkrit dapat lebih efektif jika dipakai dalam karangan narasi atau deskripsi sebab dapat merangsang panca indra. Kata-kata abstrak sering dipakai untuk mengungkapkan gagasan atau ide-ide yang rumit.
Kata-kata konkrit dapat lebih efektif jika dipakai dalam karangan narasi atau deskripsi sebab dapat merangsang panca indra. Kata-kata abstrak sering dipakai untuk mengungkapkan gagasan atau ide-ide yang rumit.
Contoh
:
Kata
abstrak: Kebaikkan seseorang kepada orang lain merupakan sifat terpuji.
Kata
konkret: APBN RI mengalami kenaikkan lima belas persen.
2.4 Jenis-Jenis
Diksi
Jenis diksi
menurut Keraf, (1996: 89-108) adalah sebagai berikut.
a. Denotasi adalah
konsep dasar yang didukung oleh suatu kata (makna itu menunjuk pada konsep,
referen, atau ide). Denotasi juga merupakan batasan kamus atau definisi utama
suatu kata, sebagai lawan dari pada konotasi atau makna yang ada kaitannya
dengan itu. Denotasi mengacu pada makna yang sebenarnya.
Contoh:
Rumah
itu luasnya 250 meter persegi.
Ada
seribu orang yang menghadiri pertemuan itu.
Kursi-kursi
paling depan di kelasku ditempati oleh anak-anak perempuan.
b. Konotasi adalah suatu jenis
makna kata yang mengandung arti tambahan, imajinasi atau nilai rasa tertentu.
Konotasi merupakan kesan-kesan atau asosiasi-asosiasi, dan biasanya bersifat
emosional yang ditimbulkan oleh sebuah kata di samping batasan kamus atau
definisi utamanya. Konotasi mengacu pada makna kias atau makna bukan
sebenarnya.
Contoh
makna konotasi:
Rumah
itu luas sekali.
Banyak
sekali orang yang menghadiri pertemuan itu.
Pemilu
legislatif yang lazimnya digunakan untuk memperebutkan kursi-kursi
parlemen baru saja berlangsung.
c.
Kata
abstrak adalah kata yang mempunyai referen berupa konsep, kata abstrak
sukar digambarkan karena referensinya tidak dapat diserap dengan panca indera
manusia. Kata-kata abstrak sering dipakai untuk mengungkapkan gagasan atau
ide-ide yang cenderung lebih kompleks dan rumit. Kata-kata abstrak merujuk
kepada kualitas (panas, dingin, baik, buruk), pertalian (kuantitas, jumlah,
tingkatan), dan pemikiran (kecurigaan, penetapan, kepercayaan). Kata-kata
abstrak sering dipakai untuk menjelaskan pikiran yang bersifat teknis dan khusus.
Contoh dari kata abstrak adalah kata “pendidikan” atau kata “pembodohan”. Tentu
saja orang tidak akan dapat menggunakan indra untuk bisa menyentuh entitasnya.
Lazimnya, kata-kata yang bersifat abstrak wujudnya adalah kata-kata yang
berimbuhan atau berafiks.
d. Kata konkret adalah kata yang
menunjuk pada sesuatu yang dapat dilihat atau diindera secara langsung oleh
satu atau lebih dari panca indera. Kata-kata konkret menunjuk kepada barang
yang aktual dan spesifik dalam pengalaman. Kata konkret digunakan untuk
menyajikan gambaran yang hidup dalam pikiran pembaca melebihi kata-kata yang
lain.
Contoh
kata konkrit: meja, kursi, rumah, mobil dsb.
e. Kata umum adalah
kata yang mempunyai cakupan ruang lingkup yang luas, kata-kata umum menunjuk
kepada banyak hal, kepada himpunan, dan kepada keseluruhan.
Contoh
kata umum: binatang, tumbuh-tumbuhan, penjahat, kendaraan, dan melihat.
f. Kata
khusus adalah kata-kata yang mengacu kepada pengarahan pengarahan yang
khusus dan konkrit. Kata khusus memperlihatkan kepada objek yang khusus.
Contoh
kata khusus: Yamaha, nokia, kerapu, kakak tua,sedan.
g. Kata
ilmiah adalah
kata yang dipakai oleh kaum terpelajar, terutama dalam tulisan-tulisan ilmiah.
Contoh:
analogi, formasi, konservatif, fragmen, kontemporer.
h. Kata
populer adalah kata-kata yang umum dipakai oleh
semua lapisan masyarakat, baik oleh kaum terpelajar atau oleh orang kebanyakan.
Contoh kata popular: bukti, rasa kecewa, maju, gelandangan.
i. Jargon
adalah kata-kata
teknis atau rahasia dalam suatu bidang ilmu tertentu, dalam bidang seni,
perdagangan, kumpulan rahasia, atau kelompok-kelompok khusus lainnya.
Contoh
jargon: sikon (situasi dan kondusi), pro dan kon (pro dan kontra), kep
(kapten), dok (dokter), prof (professor).
j. Kata
slang adalah
kata-kata non standard yang informal, yang disusun secara khas, bertenaga dan
jenaka yang dipakai dalam percakapan, kata slang juga merupakan kata-kata yang
tinggi atau murni.
Contoh
kata slang: mana tahan, eh ketemu lagi, unyu-unyu, cabi.
k. Kata asing ialah
unsur-unsur yang berasal dari bahasa asing yang masih dipertahankan bentuk
aslinya karena belum menyatu dengan bahasa aslinya.
Contoh
kata asing: computer, cyber, internet, go public.
l. Kata
serapan adalah kata dari bahasa asing yang telah
disesuaikan dengan wujud atau struktur bahasa Indonesia.
Contoh
kata serapan: ekologi, ekosistem, motivasi, music, energi.
m. Kata baku dan non-baku
Kata baku adalah sebagai
bahasa resmi dan sebagai kerangka rujukan norma bahasa indonesia dalam penggunaannya.
Suatu ragam penggunaan bahasa yang dilembagakan dan diakui oleh sebagian besar
warga masyarakat pemakainya sebagai bahasa resmi.
Fungsi Bahasa Baku :
1. Fungsi
pemersatu, karena bahasa merupakan wahana dan pengungkap kebudayaan nasional.
2. Fungsi
Penanda kepribadian, indonesia membedakan dirinya dengan menggunakan bahasa
indonesia sebagai identitas bangsa.
3. Fungsi
Penambah wibawa, gengsi yang lekat pada bahasa Indonesia baku menambahkan
wibawa pada setiap orang yang dapat menguasai bahasa dengan mahir.
4.
Fungsi Kerangka acuan, merupakan ukuran
tentang tepat atau tak tepat pemakaian bahasa dalam situasi tertentu.
Kata tidak baku adalah
kata yang tidak sesuai dengan kaidah mengenai kata dalam bahasa indonesia.
Dalam artikata, kata tak baku adalah kata tidak resmi. Suatu ragam penggunaan
bahasa yang tidak dilembagakan dan ditandai oleh ciri-ciri yang menyimpang dari
aturan bahasa baku. Dipakai dalam
situasi tidak resmi.
Contoh Kata Baku dan
Tidak Baku
BAKU
|
TIDAK BAKU
|
Kemarin
|
Kemaren
|
Zaman
|
Jaman
|
Ijazah
|
Ijasah
|
Februari
|
Pebruari
|
2.5 Hal yang Perlu Diperhatikan
Sebelum menentukan
pilihan kata, penulis harus memperhatikan dua hal pokok, yakni: masalah makna
dan relasi makna.
Makna sebuah kata /
sebuah kalimat merupakan makna yang tidak selalu berdiri sendiri. Adapun makna
menurut (Chaer, 1994: 60) terbagi atas beberapa kelompok yaitu:
a. Makna Leksikal dan makna
Gramatikal
- Makna Leksikal adalah makna yang sesuai
dengan referennya, sesuai dengan hasil observasi alat indera / makna yg
sungguh-sungguh nyata dalam kehidupan kita.
Contoh:
Kata tikus, makna leksikalnya adalah binatang yang menyebabkan timbulnya
penyakit (Tikus itu mati diterkam kucing).
- Makna
Gramatikal adalah untuk menyatakan makna-makna atau nuansa-nuansa makna
gramatikal, untuk menyatakan makna jamak bahasa Indonesia, menggunakan proses
reduplikasi seperti kata: buku yg bermakna “sebuah buku,” menjadi buku-buku yang
bermakna “‘ banyak buku.”
b. Makna Referensial dan Nonreferensial
- Makna referensial & nonreferensial
perbedaannya adalah berdasarkan ada tidaknya referen dari kata-kata itu. Maka
kata-kata itu mempunyai referen, yaitu sesuatu di luar bahasa yang diacu oleh
kata itu. Kata bermakna referensial, kalau mempunyai referen, sedangkan kata
bermakna nonreferensial kalau tidak memiliki referen. Contoh: Kata meja dan
kursi (bermakna referen). Kata karena dan tetapi (bermakna nonreferensial).
c. Makna Denotatif dan Konotatif
-
Makna denotatif adalah makna asli, makna asal atau makna sebenarnya yang
dimiliki sebuah leksem. Contoh: Kata kurus, bermakna denotatif keadaan tubuhnya
yang lebih kecil & ukuran badannya normal.
-
Makna konotatif adalah: makna lain yang
ditambahkan pada makna denotatif tadi yang berhubungan dengan nilai rasa orang
/ kelompok orang yang menggunakan kata tersebut. Contoh: Kata kurus pada contoh
di atas bermakna konotatif netral, artinya tidak memiliki nilai rasa yang
mengenakkan, tetapi kata ramping bersinonim dengan kata kurus itu memiliki
konotatif positif, nilai yang mengenakkan. Orang akan senang bila dikatakan
ramping.
d. Makna Konseptual dan Makna Asosiatif
-
Makna konseptual adalah makna yang dimiliki oleh sebuah leksem terlepas dari
konteks atau asosiasi apapun. Contoh: Kata kuda memiliki makna konseptual
“sejenis binatang berkaki empat yg bisa dikendarai”.
-
Makna asosiatif adalah makna yang
dimiliki sebuah leksem / kata berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan
suatu yang berada diluar bahasa . Contoh: Kata melati berasosiasi dg suatu yg
suci / kesucian. Kata merah berasosiasi berani / paham komunis.
e.
Makna Kata dan Makna Istilah
-
Makna kata, walaupun secara sinkronis
tidak berubah, tetapi karena berbagai faktor dalam kehidupan dapat menjadi
bersifat umum. Makna kata itu baru menjadi jelas kalau sudah digunakan dalam
suatu kalimat. Contoh: Kata tahanan, bermakna orang yang ditahan,tapi bisa juga
hasil perbuatan menahan. Kata air, bermakna air yang berada di sumur, di gelas,
di bak mandi atau air hujan.
-
Makna istilah memiliki makna yang tetap
dan pasti. Ketetapan dan kepastian makna istilah itu karena istilah itu hanya
digunakan dalam bidang kegiatan atau keilmuan tertentu. Contoh: Kata tahanan di
atas masih bersifat umum, istilah di bidang hukum, kata tahanan itu sudah pasti
orang yang ditahan sehubungan suatu perkara.
f.
Makna Idiomatikal dan Peribahasa
-
Yang dimaksud dengan idiom adalah satuan-satuan bahasa (ada berupa baik kata,
frase, maupun kalimat) maknanya tidak dapat diramalkan dari makna leksikal,
baik unsur-unsurnya maupun makna gramatikal satuan-satuan tersebut.
Contoh: Kata ketakutan, kesedihan,
keberanian, dan kebimbangan memiliki makna hal yg disebut makna dasar, Kata
rumah kayu bermakna, rumah yang terbuat dari kayu.
-
Makna pribahasa bersifat memperbandingkan
atau mengumpamakan, maka lazim juga disebut dengan nama perumpamaan. Contoh:
Bagai, bak, laksana dan umpama lazim digunakan dalam peribahasa.
g.
Makna Kias dan Lugas
-
Makna kias adalah kata, frase dan kalimat yang tidak merujuk pada arti
sebenarnya.
Contoh: Putri malam bermakna bulan ,
Raja siang bermakna matahari.
-
Kata lugas lazimnya menunjuk pada kata
yang bersifat langsung dalam menggambarkan konsep kebahasaan. Kata-kata lugas
itu berarti kata-kata yang bersifat tembak langsung (to the point), tegas,
lurus, apa adanya, dan merupakan kata-kata yang cenderung bersahaja. Namun,
kegunaannya sangat ditentukan oleh maksud atau tujuan dari pemanfaatan bntuk
kebahasaan trsebut. Contoh “relokasi” kata lugasnya “penggusuran” dan “pekerja
seks komersial” kata lugasnya “pelacur”.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Pilihan kata atau diksi pada
dasarnya adalah hasil dari upaya memilih kata tertentu untuk dipakai dalam
kalimat, alenia, atau wacana. Pemilihan kata bukanlah sekedar memilih
kata yang tepat, melainkan juga memilih kata yang cocok. Cocok dalam arti
sesuai dengan konteks di mana kata itu berada, dan maknanya tidak
bertentangan dengan yang nilai rasa masyarakat pemakainya. Diksi memiliki
fungsi, jenis, dan juga persyaratan serta hal-hal yang perlu diperhatikan
sebelum menulis ketepatan pilihan kata (diksi) supaya seseorang dapat lebih
efektif mengungkapkan gagasannya kepada oranglain.
3.2
Saran
Setelah mengetahui
dan memahami ketepatan pilihan kata (diksi) tersebut, diharapkan mahasiswa
sebagai calon pendidik dapat mengungkapkan gagasannya secara lebih baik lagi
dan juga lebih efektif supaya peserta didiknya dapat mengetahui maksud dan
tujuan dari pembelajaran yang disampaikan oleh para pendidik tersebut. Semoga
dengan materi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Artati, Y. Budi.
2010. PR Bahasa Indonesia untuk SMP/MTs Kelas VIII Semester 1. Klaten:
PT Intan Pariwara.
Artati, Y. Budi
dan Ika Febrianti. 2011. PR Bahasa Indonesia untuk SMP/MTs Kelas IX.
Klaten: PT Intan Pariwara.
Keraf, Gorys.
1984. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Lestari, Fitriani.
2015. Diksi atau Pilihan Kata.
Rahardi, Kunjana.
2009. Penyuntingan BAHASA INDONESIA untuk Karang-Mengarang. Jakarta:
Erlangga.
Comments
Post a Comment