Skip to main content

KETEPATAN PILIHAN KATA (BAHASA INDONESIA)




BAB I
PENDAHULUAN




1.1              Latar Belakang
Bila kita menyadari bahwa kata merupakan alat penyalur gagasan, maka hal itu berarti semakin banyak kata yang dikuasai seseorang, semakin banyak pula ide atau gagasan yang dikuasainya dan yang sanggup diungkapkannya. Mereka yang menguasai banyak gagasan, atau dengan kata lain, mereka yang luas kosa katanya, dapat dengan mudah dan lancar mengadakan komunikasi dengan orang-orang lain. Betapa sering kita tidak memahami orang-orang lain, hanya karena kita tidak cukup memiliki kata atau gagasannya, atau karena orang yang diajak bicara tidak cukup memiliki gagasan atau kosa kata, sehingga tidak sanggup mengungkapkan maksudnya secara jelas kepada kita.
Aktivitas seorang mahasiswa setiap hari sebenarnya berkisar pada persoalan kosa kata. Sepanjang hari mahasiswa harus mengikuti perkuliahan, mengerjakan soal ujian, menulis karya-karya tulis ataupun skripsi. Kemudian ketika waktu istirahat, ia harus bertukar pikiran dengan kawan mahasiswa lainnya atau berkonsultasi dengan para dosen. Malam harinya, ia harus membuka kembali bahan-bahan kuliah baik itu dari  catatannya maupun buku-buku yang dianjurkan. Dengan aktivitas itu, kata beserta gagasannya banyak yang masuk ke dalam benaknya. Sering sekali mahasiswa dalam menghadapi soal ujian ia mengetahui gagasannya, tetapi ia tidak mengetahui kata atau istilahnya begitupun sebaliknya. Maka dari itu,  kata dan gagasan sama pentingnya. Karena tidak dapat disangkal bahwa penguasaan kosa kata bagian yang sangat penting dalam dunia perguruan tinggi dengan begitu seseorang dapat menyampaikan pikiran secara sederhana dan langsung. Sehingga ketepatan pilihan kata sangat diperlukan supaya tidak menimbulkan kesalahan respon atau tanggapan oranglain ketika kita menyampaikan kata atau gagasan yang ada di dalam pikiran masing-masing.
1.2              Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian pilihan kata (diksi)?
2.      Apa sajakah fungsi diksi?
3.      Bagaimana saja persyaratan untuk ketepatan diksi?
4.      Apa jenis-jenis diksi?
5.      Apa saja hal yang perlu diperhatikan dalam menulis diksi?
1.3              Tujuan
1.      Untuk mengetahui tentang pengertian dari pilihan kata (diksi).
2.      Untuk mengetahui fungsi dari diksi tersebut.
3.      Untuk mengetahui dan memahami berbagai persyaratan untuk ketepatan diksi.
4.      Untuk mengetahui jenis-jenis dari diksi tersebut.
5.      Untuk mengetahui hal yang perlu diperhatikan dalam menulis diksi.














BAB II
PEMBAHASAN




2.1       Pengertian Pilihan Kata (Diksi)
Pilihan kata atau diksi pada dasarnya adalah hasil dari upaya memilih kata tertentu untuk dipakai dalam kalimat, alenia, atau wacana. Pemilihan kata dapat dilakukan bila tersedia sejumlah kata yang artinya hampir sama atau bermiripan. Pemilihan kata bukanlah sekedar memilih kata yang tepat, melainkan juga memilih kata yang cocok. Cocok dalam arti sesuai dengan konteks di mana kata itu berada, dan maknanya tidak bertentangan dengan yang nilai rasa masyarakat pemakainya.
Diksi adalah ketepatan pilihan kata. Penggunaan ketepatan pilihan kata dipengaruhi oleh kemampuan pengguna bahasa yang terkait dengan kemampuan mengetahui, memahami, menguasai, dan menggunakan sejumlah kosa kata secara aktif yang dapat mengungkapkan gagasan secara tepat sehingga mampu mengomunikasikannya secara efektif kepada pembaca atau pendengarnya.
2.2       Fungsi diksi
Dalam karangan ilmiah, diksi dipakai untuk menyatakan sebuah konsep, pembuktian, hasil pemikiran, atau solusi dari suatu masalah. Adapun fungsi diksi antara lain:
a.       Melambangkan gagasan yang diekspresikan secara verbal,
b.      Membentuk gaya ekspresi gagasan yang tepat,
c.       Menciptakan komunikasi yang baik dan benar,
d.      Mencegah perbedaan penafsiran,
e.       Mencegah salah pemahaman
f.        Mengefektifkan pencapaian target komunikasi, dan
g.      Memperoleh keindahan guna menambah daya ekspresivitas.
2.3       Persyaratan Ketepatan Diksi
Ketepatan adalah kemampuan sebuah kata untuk menimbulkan gagasan yang sama pada imajinasi pembaca atau pendengar, seperti yang dipikirkan atau dirasakan oleh penulis atau pembicara, maka setiap penulis atau pembicara harus berusaha secermat mungkin memilih kata-katanya untuk mencapai maksud tersebut. Ketepatan tidak akan menimbulkan salah paham. Selain pilihan kata yang tepat, efektivitas komunikasi menuntut persyaratan yang harus dipenuhi oleh pengguna bahasa, yaitu kemampuan memilih kata yang sesuai dengan tuntutan komunikasi.
Adapun syarat-syarat ketepatan pilihan kata adalah:
1.    Membedakan secara cermat denotasi dan konotasi
Denotasi ialah kata yang bermakna lugas atau tidak bermakna ganda. Sedangkan konotasi ialah kata yang dapat menimbulkan bermacam-macam makna.
Contoh :
a.       Bunga eldeweis hanya tumbuh ditempat yang tinggi. (Denotasi)
Sinta adalah bunga desa di kampungnya.                    (Konotasi)
b.      Sejak dua tahun yang lalu ia membanting tulang untuk memperoleh kepercayaan masyarakat.
Kata membanting tulang (yang mengambil suatu denotatif kata perkerjaan membanting sebuah tulang) mengandung makna “bekerja keras” yang merupakan sebuah kata kiasan. Kata membanting tulang dapat kita masukkan ke dalam golongan kata yang bermakna konotatif.
2.    Membedakan dengan cermat kata-kata yang hampir bersinonim
Sinonim adalah dua kata atau lebih yang pada asasnya mempunyai makna yang sama, tetapi bentuknya berlainan. Kesinoniman kata tidaklah mutlak, hanya ada kesamaan atau kemiripan.
Sinonim ini dipergunakan untuk mengalih-alihkan pemakaian kata pada tempat tertentu sehingga kalimat itu tidak membosankan. Dalam pemakaiannya bentuk-bentuk kata yang bersinonim akan menghidupkan Bahasa seseorang dan mengonkretkan bahasa seseorang segingga kejelasan komunikasi (lewat bahasa itu) akan terwujud. Dalam hal ini pemakai bahasa dapat memilih bentuk kata mana yang paling tepat untuk dipergunakan sesuai dengan kebutuhan dan situai yang dihadapinya.
Kita ambil contoh kata cerdas dan kata cerdik. Kedua kata itu bersinonim, tetapi kedua kata tersebut tidak persis sama benar. Kesinoniman kata masih berhubungan dengan masalah makna denotatif dan makna konotatif suatu kata.
Contoh:
Siapa pengubah peraturan yang memberatkan pengusaha?
Pembebasan bea masuk untuk jenis barang tertentu adalah peubah peraturan yang selama ini memberatkan pengusaha.
3.    Membedakan kata-kata yang mirip ejaannya
Bila penulis sendiri tidak mampu membedakan kata-kata yang mirip ejaannya itu, makna akan membawa akibat yang tidak diinginkan, yaitu salah paham.
Contoh:
bahwa-bawah-bawa
interferensi-inferensi
Intensif– insensif                     
Karton– kartun                         
Korporasi–koperasi
4.    Tidak menafsirkan makna kata secara subjektif berdasarkan pendapat sendiri (jika pemahaman belum dapat dipastikan) serta hindari kata-kata ciptaan sendiri
Bahasa selalu tumbuh dan berkembang sesuai dengan perkembangan dalam masyarakat. Perkembangan bahasa pertama-tama tampak dari pertambahan jumlah kata baru. Namun hal itu tidak berarti bahwa setiap orang boleh menciptakan kata baru seenaknya. Kata baru biasanya muncul untuk pertama kali karena dipakai oleh orang-orang terkenal atau pengarang terkenal. Bila anggota masyarakat lainnya menerima kata itu, maka kata itu lama-kelamaan akan menjadi milik masyarakat.
Contoh:
Modern-canggih     (secara subjektif)
Modern: terbaru atau muktahir (menurut kamus)
Canggih: banyak cakap, suka menggangu, banyak mengetahui, bergaya intelektual (menurut kamus)
5.    Waspada terhadap penggunaan istilah asing dan akhirannya
Waspadalah terhadap penggunaan akhiran asing, terutama kata-kata asing yang mengandung akhiran asing tersebut. Perhatikan penggunaan: favorable-favorit, idiom-idiomatik, progress-progresif, kultur-kultural, dan sebagainya. Kata-kata atau istilah-istilah asing boleh dipakai (mungkin kita pilih) dengan pertimbangan sebagai berikut:
a.       Lebih cocok karena notasinya, misalnya:
kritik - kecaman                        profesional - bayaran
asimilasi - persenyawaan          aposisi - gelaran
dianalisis - diolah
b.      Lebih singkat jika dibandingkan dengan terjemahannya, misalnya:
eksekusi - pelaksanaan hukuman mati
imunisasi - pengebalan terhadap penyakit
inovasi - perubahan secara baru
kontrasepsi - alat pencegah kehamilan
mutasi - perpindahan tugas kepagawaian
c.       Bersifat internasional, misalnya:
matematika - ilmu pasti            oksigen - zat asam
hidrogen - zat air                      valensi - martabat
fisiologi - ilmu faal                   predikat -sebutan
Contoh akhiran asing:
Dilegalisir seharusnya dilegalisasi.
Koordinir seharusnya koordinasi.
6.    Membedakan pemakaian kata penghubung yang berpasangan secara tepat atau kata kerja yang menggunakan kata depan harus digunakan secara idiomatis
Contoh:
Pasangan yang salah
Pasangan yang benar
antara...dengan...
antara...dan...
tidak...melainkan...
tidak...tetapi...
baik.... ataupun...
baik...maupun...
bukan...tetapi...
bukan...melainkan...
Ingat terhadap...
Ingat akan...
Mengharap akan...
Mengharap...
Membahayakan bagi sesuatu...
Berbahaya bagi...

7.    Membedakan kata umum dan kata khusus secara cermat
Kata umum adalah sebuah kata yang mengacu kepada suatu hal atau kelompok yang luas bidang lingkupnya. Sedangkan kata khusus adalah kata yang mengacu kepada pengarahan-pengarahan yang khusus dan kongkret. Kata-kata umum (Generik) ialah kata-kata yang luas ruang lingkupnya, sedangkan kata-kata khusus ialah kata-kata yang sempit ruang lingkupnya. Makin umum, makin kabur gambarannya dalam angan-angan. Sebaliknya, makin khusus, mikin jelas dan tepat. Karena itu, untuk mengefektifkan penuturan lebih tepat dipakai kata-kata khusus dari pada kata-kata umum.
Contoh :
Kata umum: melihat
Kata khusus: melotot, membelak, melirik, mengintai, mengamati, mengawasi, menonton (wayang), memandang (gunung sawah, laut, dan lain-lain), menatap (gambar). 
8.    Memperhatikan perubahan makna yang terjadi pada kata-kata yang sudah dikenal
Macam-macam perubahan makna yaitu
a.    Generalisasi (Perluasan Arti)
Generalisasi atau pergeseran makna meluas adalah pergeseran makna sebuah kata dari makna yang khusus atau sempit ke makna yang lebih luas atau lebih umum. Bisa juga diartikan sebagai suatu proses perubahan makna yang dialami sebuah kata yang tadinya mengandung suatau makna yang khusus, tetapi kemudian meluas sehingga meliputi sebuah kelas makna yang lebih umum.
Yang merupakan generalisasi misalnya saja bapak, ibu, saudara, kakak, adik, puta, putri dan lain sebagainya.
Contoh:
(a) Bapakku berasal dari Pontianak, Kalimantan Barat.
(b) Apakah Bapak wali kelas kami?.
Pada kalimat (a) kata bapak yaitu orang tua laki-laki yang mempunyai hubungan darah. Sebaliknya, kata bapak pada kalimat (b) bermakna orang yang lebih tua atau berkedudukan lebih tinggi meskipun tidak mempunyai hubungan darah.
(c) Kata berlayar dipakai dengan pengertian bergerak dilaut dengan menggunakan layar. Sekarang setindakan yang mengarungi lautan atau perairan dengan menggunakan alat apa saja.
b. Spesialisasi (Penyempitan Arti)
Spesialisasi atau penyempitan arti sebuah kata adalah perubahan makna dari yang lebih umum atau luas ke makna yang lebih khusus atau sempit. Atau bisa juga diartikan sebagai sebuah proses yang dialami sebuah kata dimana makna yang lama lebih luas cakupannya dari makna yang baru. Beberapa kata spesialisasi yaitu nasib, madrasah dan lain sebagainya.
Contoh :
(a) Setiap orang sudah punya garis nasib yang berbeda-beda.
(b) Nasib membawanya menjadi seorang gelandangan.
Kata nasib pada kalimat (a) artinya untung malang, baik buruk. Sebaliknya kata nasib pada kalimat (b) yaitu malang atau buruk.
(c) Kata sarjana dulu dipakai untuk menyebut sebuah cendekiawan. Sekarang dipakai untuk gelar universitas.
c. Ameliorasi (Peninggian Makna)
Ameliorasi adalah suatu proses perubahan makna, dimana arti yang baru dirasakan lebih tinggi atau lebih baik nilainya dari arti yang lama. Beberapa kata ameliorasi yaitu asisten rumah tangga, mengandung, tunawisma, pramuniaga, seni, narapidana dan lain sebagainya.
Contoh:
(a) Jangan membuang air seni di sekitar tempat ini!
(b) Sejak masih sekolah Pak Nugroho menekuni seni lukis.
Kata seni pada kalimat (a) artinya air kencing sedangkan seni pada kalimat (b) artinya ciptaan yang bernilai.
(c) Pramuniaga di toko buku itu ramah-ramah.
d. Peyorasi (Penurunan Makna)
Peyorasi adalah perubahan makna yang mengakibatkan makna yang baru dirasakan lebih rendah atau kurang baik nilainya daripada makna sebelumnya. Peyorasi ini merupakan kebalikan dari ameliorasi. Misalnya, bunting, bini, gelandangan dan lain-lain.
Contoh:
(a)   Kak Asti bunting lima bulan.
Kata bunting dianggap lebih rendah nilainya daripada kata hamil. Mempunyai makna yang sama yaitu mengandung anak dalam perut.
(b)   Bang Jupri dan bininya sudah pindah rumah sejak sebulan yang lalu.
Kata bini dianggap lebih rendah nilainya daripada istri.
(c)   Di kota besar ditemukan banyak gelandangan.
Kata gelandangan dianggap lebih rendah nilainya daripada tunawisma.
e. Metafora
Metafora adalah perubahan makna karena perbedaan sifat dua objek.
Contoh: matahari (sang surya), putri malam (untuk bulan), pulau (empu laut).
f. Metonimi
Metonimi sebagai suatu proses perubahan makna terjadi karena hubungan yang erat antara kata-kata yang terlibat dalam suatu lingkungan makna yang sama, dan dapat diklasifikasi menurut tempat atau waktu, hubungan isi dan kulit, dan antara sebab dan akibat.
Contoh:
Kata kota tadinya berati susunan batu yang dibuat mengelilingi sebuah tempat pemukiman sebagai pertahanan dari luar. Sekarang tempat pemukiman itu disebut kota, walaupun sudah tidak ada susunan batunya lagi.
9.    Pemakaian Kata Indria
Suatu jenis pengkhususan dalam memilih kata-kata yang tepat adalah penggunaan istilah-istilah yang menyatakan pengalaman-pengalaman yang diserap oleh panca indra, yaitu serapan indria penglihatan, pendengaran, peraba, perasa, dan penciuman. Tetapi sering kali terjadi hubungan antara indria dengan indria yang lain dirasakan begitu rapatnya, sehingga kata yang sebenarnya dikenakan kepada suatu indria dikenakan pula pada indria lainnya. Gejala semacam ini disebut sinestesia.
Contoh: wajahnya manis sekali.
Suaranya manis kedengarannya.
Kata-kata yang lazim dipakai untuk menyatakan penyerapan itu yaitu:
Peraba : dingin, panas, lembab, basah, kering, dan kasar,
Perasa : pedas, pahit, asam, dan manis,
Pencium : basi, busuk, anyer dan tengik,
Pendengaran : dengung, derung, ringkik, lengking, kicau, dan
Penglihatan : kabur, mengkilat, kemerah-merahan, dan seri.
Karena kata-kata indria melukiskan suatu sifat yang khas dari penyerapan panca indria, maka pemakaiannya harus tepat.
10.  Menggunakan kata abstrak dan kata konkret secara cermat
Kata abstrak mempunyai referensi berupa konsep atau gagasan, sedangkan kata konkret mempunyai referensi objek yang diamati seperti dilihat, didengar, disarakan, diraba, atau dibau. Kata-kata konkret lebih mudah dipahami dari pada kata-kata abstrak. Karena itu, dalam karangan sebaiknya dipakai kata konkret sebanyak-banyaknya agar isi karangan itu menjadi lebih jelas.
Kata yang acuannya semakin mudah diserap panca indra disebut kata konkret, seperti meja, rumah, mobil, air, cantik, hangat, wangi, suara. Jika acuan sebuah kata tidak mudah diserap panca indra, kata itu disebut kata abstrak, seperti gagasan dan perdamaian. Kata abstrak digunakan untuk mengungkapkan gagasan rumit. Kata abstrak mampu membedakan secara halus gagasan yang bersifat teknis dan khusus. Akan tetapi, jika kata abstrak terlalu diobral atau dihambur-hamburkan dalam suatu karangan, karangan itu dapat menjadi samara dan tidak cermat.
Kata-kata konkrit dapat lebih efektif jika dipakai dalam karangan narasi atau deskripsi sebab dapat merangsang panca indra. Kata-kata abstrak sering dipakai untuk mengungkapkan gagasan atau ide-ide yang rumit.
Contoh :
Kata abstrak: Kebaikkan seseorang kepada orang lain merupakan sifat terpuji.
Kata konkret: APBN RI mengalami kenaikkan lima belas persen.
2.4       Jenis-Jenis Diksi
Jenis diksi menurut Keraf, (1996: 89-108) adalah sebagai berikut.
a.  Denotasi adalah konsep dasar yang didukung oleh suatu kata (makna itu menunjuk pada konsep, referen, atau ide). Denotasi juga merupakan batasan kamus atau definisi utama suatu kata, sebagai lawan dari pada konotasi atau makna yang ada kaitannya dengan itu. Denotasi mengacu pada makna yang sebenarnya.
Contoh:
Rumah itu luasnya 250 meter persegi.
Ada seribu orang yang menghadiri pertemuan itu.
Kursi-kursi paling depan di kelasku ditempati oleh anak-anak perempuan.
b.    Konotasi adalah suatu jenis makna kata yang mengandung arti tambahan, imajinasi atau nilai rasa tertentu. Konotasi merupakan kesan-kesan atau asosiasi-asosiasi, dan biasanya bersifat emosional yang ditimbulkan oleh sebuah kata di samping batasan kamus atau definisi utamanya. Konotasi mengacu pada makna kias atau makna bukan sebenarnya.
Contoh makna konotasi:
Rumah itu luas sekali.
Banyak sekali orang yang menghadiri pertemuan itu.
Pemilu legislatif yang lazimnya digunakan untuk memperebutkan kursi-kursi parlemen baru saja berlangsung.
c.  Kata abstrak adalah kata yang mempunyai referen berupa konsep, kata abstrak sukar digambarkan karena referensinya tidak dapat diserap dengan panca indera manusia. Kata-kata abstrak sering dipakai untuk mengungkapkan gagasan atau ide-ide yang cenderung lebih kompleks dan rumit. Kata-kata abstrak merujuk kepada kualitas (panas, dingin, baik, buruk), pertalian (kuantitas, jumlah, tingkatan), dan pemikiran (kecurigaan, penetapan, kepercayaan). Kata-kata abstrak sering dipakai untuk menjelaskan pikiran yang bersifat teknis dan khusus. Contoh dari kata abstrak adalah kata “pendidikan” atau kata “pembodohan”. Tentu saja orang tidak akan dapat menggunakan indra untuk bisa menyentuh entitasnya. Lazimnya, kata-kata yang bersifat abstrak wujudnya adalah kata-kata yang berimbuhan atau berafiks.
d. Kata konkret adalah kata yang menunjuk pada sesuatu yang dapat dilihat atau diindera secara langsung oleh satu atau lebih dari panca indera. Kata-kata konkret menunjuk kepada barang yang aktual dan spesifik dalam pengalaman. Kata konkret digunakan untuk menyajikan gambaran yang hidup dalam pikiran pembaca melebihi kata-kata yang lain.
Contoh kata konkrit: meja, kursi, rumah, mobil dsb.
e. Kata umum adalah kata yang mempunyai cakupan ruang lingkup yang luas, kata-kata umum menunjuk kepada banyak hal, kepada himpunan, dan kepada keseluruhan.
Contoh kata umum: binatang, tumbuh-tumbuhan, penjahat, kendaraan, dan melihat.
f.  Kata khusus adalah kata-kata yang mengacu kepada pengarahan pengarahan yang khusus dan konkrit. Kata khusus memperlihatkan kepada objek yang khusus.
Contoh kata khusus: Yamaha, nokia, kerapu, kakak tua,sedan.
g.  Kata ilmiah adalah kata yang dipakai oleh kaum terpelajar, terutama dalam tulisan-tulisan ilmiah.
Contoh: analogi, formasi, konservatif, fragmen, kontemporer.
h.  Kata populer adalah kata-kata yang umum dipakai oleh semua lapisan masyarakat, baik oleh kaum terpelajar atau oleh orang kebanyakan.
     Contoh kata popular: bukti, rasa kecewa, maju, gelandangan.
i. Jargon adalah kata-kata teknis atau rahasia dalam suatu bidang ilmu tertentu, dalam bidang seni, perdagangan, kumpulan rahasia, atau kelompok-kelompok khusus lainnya.
Contoh jargon: sikon (situasi dan kondusi), pro dan kon (pro dan kontra), kep (kapten), dok (dokter), prof (professor).
j.  Kata slang adalah kata-kata non standard yang informal, yang disusun secara khas, bertenaga dan jenaka yang dipakai dalam percakapan, kata slang juga merupakan kata-kata yang tinggi atau murni.
Contoh kata slang: mana tahan, eh ketemu lagi, unyu-unyu, cabi.
k. Kata asing ialah unsur-unsur yang berasal dari bahasa asing yang masih dipertahankan bentuk aslinya karena belum menyatu dengan bahasa aslinya.
Contoh kata asing: computer, cyber, internet, go public.
l.  Kata serapan adalah kata dari bahasa asing yang telah disesuaikan dengan wujud atau struktur bahasa Indonesia.
Contoh kata serapan: ekologi, ekosistem, motivasi, music, energi.
m. Kata baku dan non-baku
Kata baku adalah sebagai bahasa resmi dan sebagai kerangka rujukan norma bahasa indonesia dalam penggunaannya. Suatu ragam penggunaan bahasa yang dilembagakan dan diakui oleh sebagian besar warga masyarakat pemakainya sebagai bahasa resmi.
Fungsi Bahasa Baku :
1.    Fungsi pemersatu, karena bahasa merupakan wahana dan pengungkap kebudayaan nasional.
2.    Fungsi Penanda kepribadian, indonesia membedakan dirinya dengan menggunakan bahasa indonesia sebagai identitas bangsa.
3.    Fungsi Penambah wibawa, gengsi yang lekat pada bahasa Indonesia baku menambahkan wibawa pada setiap orang yang dapat menguasai bahasa dengan mahir.
4.    Fungsi Kerangka acuan, merupakan ukuran tentang tepat atau tak tepat pemakaian bahasa dalam situasi tertentu.
Kata tidak baku adalah kata yang tidak sesuai dengan kaidah mengenai kata dalam bahasa indonesia. Dalam artikata, kata tak baku adalah kata tidak resmi. Suatu ragam penggunaan bahasa yang tidak dilembagakan dan ditandai oleh ciri-ciri yang menyimpang dari aturan bahasa baku.  Dipakai dalam situasi tidak resmi.
Contoh Kata Baku dan Tidak Baku
BAKU
TIDAK BAKU
Kemarin
Kemaren
Zaman
Jaman
Ijazah
Ijasah
Februari
Pebruari
2.5       Hal yang Perlu Diperhatikan
Sebelum menentukan pilihan kata, penulis harus memperhatikan dua hal pokok, yakni: masalah makna dan relasi makna.
Makna sebuah kata / sebuah kalimat merupakan makna yang tidak selalu berdiri sendiri. Adapun makna menurut (Chaer, 1994: 60) terbagi atas beberapa kelompok yaitu:
a. Makna Leksikal dan makna Gramatikal
- Makna Leksikal adalah makna yang sesuai dengan referennya, sesuai dengan hasil observasi alat indera / makna yg sungguh-sungguh nyata dalam kehidupan kita.
Contoh: Kata tikus, makna leksikalnya adalah binatang yang menyebabkan timbulnya penyakit (Tikus itu mati diterkam kucing).
-       Makna Gramatikal adalah untuk menyatakan makna-makna atau nuansa-nuansa makna gramatikal, untuk menyatakan makna jamak bahasa Indonesia, menggunakan proses reduplikasi seperti kata: buku yg bermakna “sebuah buku,” menjadi buku-buku yang bermakna “‘ banyak buku.”
b.  Makna Referensial dan Nonreferensial
-   Makna referensial & nonreferensial perbedaannya adalah berdasarkan ada tidaknya referen dari kata-kata itu. Maka kata-kata itu mempunyai referen, yaitu sesuatu di luar bahasa yang diacu oleh kata itu. Kata bermakna referensial, kalau mempunyai referen, sedangkan kata bermakna nonreferensial kalau tidak memiliki referen. Contoh: Kata meja dan kursi (bermakna referen). Kata karena dan tetapi (bermakna nonreferensial).
c.  Makna Denotatif dan Konotatif
- Makna denotatif adalah makna asli, makna asal atau makna sebenarnya yang dimiliki sebuah leksem. Contoh: Kata kurus, bermakna denotatif keadaan tubuhnya yang lebih kecil & ukuran badannya normal.
-   Makna konotatif adalah: makna lain yang ditambahkan pada makna denotatif tadi yang berhubungan dengan nilai rasa orang / kelompok orang yang menggunakan kata tersebut. Contoh: Kata kurus pada contoh di atas bermakna konotatif netral, artinya tidak memiliki nilai rasa yang mengenakkan, tetapi kata ramping bersinonim dengan kata kurus itu memiliki konotatif positif, nilai yang mengenakkan. Orang akan senang bila dikatakan ramping.
d.  Makna Konseptual dan Makna Asosiatif
- Makna konseptual adalah makna yang dimiliki oleh sebuah leksem terlepas dari konteks atau asosiasi apapun. Contoh: Kata kuda memiliki makna konseptual “sejenis binatang berkaki empat yg bisa dikendarai”.
-   Makna asosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah leksem / kata berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan suatu yang berada diluar bahasa . Contoh: Kata melati berasosiasi dg suatu yg suci / kesucian. Kata merah berasosiasi berani / paham komunis.
e. Makna Kata dan Makna Istilah
-   Makna kata, walaupun secara sinkronis tidak berubah, tetapi karena berbagai faktor dalam kehidupan dapat menjadi bersifat umum. Makna kata itu baru menjadi jelas kalau sudah digunakan dalam suatu kalimat. Contoh: Kata tahanan, bermakna orang yang ditahan,tapi bisa juga hasil perbuatan menahan. Kata air, bermakna air yang berada di sumur, di gelas, di bak mandi atau air hujan.
-   Makna istilah memiliki makna yang tetap dan pasti. Ketetapan dan kepastian makna istilah itu karena istilah itu hanya digunakan dalam bidang kegiatan atau keilmuan tertentu. Contoh: Kata tahanan di atas masih bersifat umum, istilah di bidang hukum, kata tahanan itu sudah pasti orang yang ditahan sehubungan suatu perkara.
f.   Makna Idiomatikal dan Peribahasa
- Yang dimaksud dengan idiom adalah satuan-satuan bahasa (ada berupa baik kata, frase, maupun kalimat) maknanya tidak dapat diramalkan dari makna leksikal, baik unsur-unsurnya maupun makna gramatikal satuan-satuan tersebut.
Contoh: Kata ketakutan, kesedihan, keberanian, dan kebimbangan memiliki makna hal yg disebut makna dasar, Kata rumah kayu bermakna, rumah yang terbuat dari kayu.
-       Makna pribahasa bersifat memperbandingkan atau mengumpamakan, maka lazim juga disebut dengan nama perumpamaan. Contoh: Bagai, bak, laksana dan umpama lazim digunakan dalam peribahasa.
g. Makna Kias dan Lugas
- Makna kias adalah kata, frase dan kalimat yang tidak merujuk pada arti sebenarnya.
Contoh: Putri malam bermakna bulan , Raja siang bermakna matahari.
-       Kata lugas lazimnya menunjuk pada kata yang bersifat langsung dalam menggambarkan konsep kebahasaan. Kata-kata lugas itu berarti kata-kata yang bersifat tembak langsung (to the point), tegas, lurus, apa adanya, dan merupakan kata-kata yang cenderung bersahaja. Namun, kegunaannya sangat ditentukan oleh maksud atau tujuan dari pemanfaatan bntuk kebahasaan trsebut. Contoh “relokasi” kata lugasnya “penggusuran” dan “pekerja seks komersial” kata lugasnya “pelacur”.




BAB III
PENUTUP




3.1       Kesimpulan
Pilihan kata atau diksi pada dasarnya adalah hasil dari upaya memilih kata tertentu untuk dipakai dalam kalimat, alenia, atau wacana. Pemilihan kata bukanlah sekedar memilih kata yang tepat, melainkan juga memilih kata yang cocok. Cocok dalam arti sesuai dengan konteks di mana kata itu berada, dan maknanya tidak bertentangan dengan yang nilai rasa masyarakat pemakainya. Diksi memiliki fungsi, jenis, dan juga persyaratan serta hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum menulis ketepatan pilihan kata (diksi) supaya seseorang dapat lebih efektif mengungkapkan gagasannya kepada oranglain.
3.2       Saran
            Setelah mengetahui dan memahami ketepatan pilihan kata (diksi) tersebut, diharapkan mahasiswa sebagai calon pendidik dapat mengungkapkan gagasannya secara lebih baik lagi dan juga lebih efektif supaya peserta didiknya dapat mengetahui maksud dan tujuan dari pembelajaran yang disampaikan oleh para pendidik tersebut. Semoga dengan materi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.








DAFTAR PUSTAKA




Artati, Y. Budi. 2010. PR Bahasa Indonesia untuk SMP/MTs Kelas VIII Semester 1. Klaten: PT Intan Pariwara.
Artati, Y. Budi dan Ika Febrianti. 2011. PR Bahasa Indonesia untuk SMP/MTs Kelas IX. Klaten: PT Intan Pariwara.
Keraf, Gorys. 1984. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Lestari, Fitriani. 2015. Diksi atau Pilihan Kata
Rahardi, Kunjana. 2009. Penyuntingan BAHASA INDONESIA untuk Karang-Mengarang. Jakarta: Erlangga.

Comments

Popular posts from this blog

FAKTA, KONSEP, DAN GENERALISASI

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Ilmu-ilmu sosial mengkaji perilaku manusia yang berlangsung dalam proses kehidupan sehari-hari dalam upaya menjelaskan mengapa manusia berperilaku seperti apa yang mereka lakukan. Setiap ilmu sosial merupakan suatu disiplin ilmu tersendiri yang memiliki scope materi dan metodologi tertentu, batang tubuh, atau struktur ilmu pengetahuan ( body of knowledge atau struktur of knowledge ) tentang suatu bidang kajian. Setiap ilmu sosial seperti sejarah, geografi, ekonomi, antropologi, sosiologi, psikologi sosial, ilmu politik dan pemerintahan, memandang manusia dari sudut pandangnya masing-masing dan menggunakan metode kerja yang berbeda untuk memperoleh struktur ilmunya. Pengetahuan tentang tindakan atau perilaku manusia ini memberikan suatu pola dasar bagi materi Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Dalam suatu struktur ilmu pengetahuan, termasuk di dalamnya ilmu sosial, tersusun dalam 3 (tiga) tingkatan materi, dimulai dari yang paling sempi

KETERAMPILAN DASAR DALAM ILMU-ILMU SOSIAL

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang      Abad Informasi seperti sekaran ini menghendaki manusia, lembaga bahkan Negara dapat memiliki informasi sebagai alat untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Untuk memperoleh informasi tersebut diperlukan upaya tertentu sesuai dengan tingkat dan derajad manfaat dari informasi yang ingin diperoleh. Salah satu upaya untuk memperoleh informasi itu adalah dengan mencarinya pada sumber-sumber informasi, baik melalui media elektronika seperti televise, radio, internet, maupun media cetak seperti buku, bulletin, majalah, surat kabar, dll. Disamping itu diperlukan upaya menggali informasi itu dari individu atau masyarakat sekitar. Untuk memperoleh informasi yang lengkap dan akurat dari individu dan masyarakat diperlukan suatu keterampilan tertentu yang berhubungan dengan cara memilih, menyusun, menggunakan pertaanyaan, memperoleh, menganalisis menyajikan dan memanfaatkan informasi. Bagi seorang guru,

PENGERTIAN, FUNGSI, DAN JENIS LINGKUNGAN PENDIDIKAN (DASAR DASAR PENDIDIKAN)

BAB I PENDAHULUAN A.        Latar Belakang Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukan pribadi manuia. Pendidikan sangat berperan dalam membentuk baik atau buruknya pribadi manusia menurut ukuran normatif. Disisi lain proses perkembangan dan pendidikan manusia tidak hanya terjadi dan dipengaruhi oleh proses pendidikan yang ada dalam sistem pendidikan formal ( sekolah ) saja. Manusia selama hidupnya selalu akan mendapat pengaruh dari keluarga, sekolah, dan masyarakat luas. Ketiga lingkungan itu sering disebut sebagai tripusat pendidikan. Dengan kata lain proses perkembangan pendidikan manusia untuk mencapai hasil yang maksimal tidak hanya tergantung tentang bagaimana sistem pendidikan formal dijalankan. Namun juga tergantung pada lingkungan pendidikan yang berada diluar lingkungan formal. B.        Rumusan Masalah 1.       Apa pengertian Lingkungan Pendidikan ? 2.       Apa saja Jenis-jenis Lingkungan Pendidikan ( Tripusat Pendidikan ) ? 3.       Apa saja Fung